أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (5)
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk Tuhannya, dan me-rekalah orang-orang yang beruntung.
Allah Swt. berfirman bahwa yang dimaksud dengan mereka itu ialah orang-orang yang mempunyai ciri-ciri khas terdahulu, yaitu iman kepada yang gaib, mendirikan salat, memberi nafkah dari rezeki yang diberikan Allah kepada mereka, iman kepada kitab yang diturunkan kepada Rasulullah Saw. dan kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul-rasul sebelumnya, dan yakin kepada kehidupan akhirat, yang hal ini menuntut persiapan sebagai bekal guna menghadapinya, yaitu mengerjakan amal-amal saleh dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan.
{عَلَى هُدًى}'Ala hudan, tetap beroleh cahaya penjelasan dan petunjuk dari Allah Swt.
{وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ} Waulaika humul muflihun, dan merekalah orang-orang yang beruntung di dunia dan di akhirat.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa makna "mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya" ialah tetap beroleh nur dari Tuhan mereka dan tetap istiqamah (berpegang teguh) kepada Al-Qur'an yang disampaikan kepada mereka.
Wa ulaika humul muflihun, merekalah orang-orang yang beruntung, yakni orang-orang yang memperoleh apa yang mereka minta dan selamat dari kejahatan yang mereka menghindar darinya.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna firman-Nya, "Ulaika 'ala hudam mirrabbihim," ialah "sesungguhnya mereka tetap memperoleh nur (cahaya) dari Tuhannya, pembuktian, istiqamah, dan bimbingan serta taufik Allah buat mereka".
Takwil firman-Nya, "Ulaika humul muflihun.” ialah "merekalah orang-orang yang sukses dan memperoleh apa yang mereka dambakan di sisi Allah melalui amal perbuatan mereka dan iman mereka kepada Allah, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya; dambaan tersebut berupa keberuntungan memperoleh pahala, kekal di surga, dan selamat dari siksaan yang telah disediakan oleh Allah buat musuh-musuh-Nya".
Ibnu Jarir meriwayatkan sebuah pendapat dari sebagian kalangan ahli tafsir, bahwa isim isyarah diulangi di dalam firman-Nya: Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan merekalah orang-orang yang beruntung. (Al-Baqarah: 5)
Hal itu ditujukan kepada orang-orang beriman dari kalangan ahli kitab yang ciri-ciri khasnya telah disebutkan melalui firman-Nya: dan mereka yang beriman kepada kitab (Al-Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu. (Al-Baqarah: 4) hingga akhir ayat, seperti yang telah disebutkan perselisihan mengenainya.
Berdasarkan takwil ini, berarti diperbolehkan menganggap firman-Nya, '"Wallazina yu-minuna bima unzila ilaika," bersifat munqati' (terpisah) dari ayat sebelumnya, dan kedudukan i'rab-nya marfu' karena dianggap sebagai mubtada, sedangkan khabar-nya adalah firman Allah Swt, "Wa ulaika humul muflihun"
Ibnu Jarir sendiri memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah kembali kepada semua orang yang telah disebut sebelumnya dari kalangan orang-orang beriman bangsa Arab dan orang-orang beriman dari kalangan ahli kitab. Ia memilih pendapat ini karena berdasarkan kepada sebuah asar yang diriwayatkan oleh As-Saddi, dari Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas; juga dari Murrah Al-Hamadani, dari Ibnu Mas'ud, dan dari sejumlah sahabat Rasulullah Saw. Orang-orang yang beriman kepada yang gaib, mereka adalah orang-orang mukmin bangsa Arab. Sedangkan mereka yang beriman kepada kitab yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu maksudnya ialah orang-orang beriman dari kalangan ahli kitab. Kemudian keduanya dihimpun dalam satu ayat, yaitu melalui firman-Nya: Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan merekalah orang-orang yang beruntung. (Al-Baqarah: 5)
Dalam tarjih yang telah kami sebutkan di atas, makna yang dimaksud ialah menerangkan ciri-ciri orang-orang mukmin secara umum, dan isyarat mengandung makna umum ditujukan kepada mereka semua.
Telah dinukil sebuah riwayat dari Mujahid, Abul Aliyah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas, Qatadah dan Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Usman ibnu Saleh Al-Misri, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mugirah, dari Abul Haisam yang nama aslinya ialah Sulaiman ibnu Abdullah, dari Abdullah ibnu Amr, dari Nabi Saw. Pernah dikatakan kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami tetap membaca Al-Qur'an, lalu kami berdoa, dan kami tetap membaca Al-Qur'an hingga hampir saja kami berputus asa." Maka Nabi Saw. bersabda, "Maukah kalian aku beritakan tentang penduduk surga dan penduduk neraka?" Mereka menjawab, "Tentu saja kami mau, wahai Rasulullah." Nabi Saw. membacakan firman-Nya:
أَلَمْ ذلِكَ الْكِتابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدىً لِلْمُتَّقِينَ- إلى قوله- الْمُفْلِحُونَ
"Alif lam m'im. Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan pada-nya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa," sampai dengan firman-Nya, "Orang-orang yang beruntung." (Al-Baqarah: 1-5)
Kemudian Nabi Saw. bersabda, "Mereka adalah penduduk surga." Mereka (para sahabat) berkata, "Sesungguhnya kami berharap semoga diri kami termasuk dari mereka." Lalu Nabi Saw. membacakan firman-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَواءٌ عَلَيْهِمْ- إِلَى قَوْلِهِ- عَظِيمٌ
"Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka," sampai dengan firman-Nya, "Siksaan yang amat berat.” (Al-Baqarah: 6-7)
Beliau Saw. bersabda, "Mereka adalah penduduk neraka." Mereka (para sahabat) berkata, "Wahai Rasulullah, tentunya kami bukan termasuk mereka." Beliau Saw. menjawab, "Ya."
Sumber : Ebook Tafsir Ibnu Katsir kampungsunnah.org
Post a Comment
Post a Comment