Gambar : kinkkstock |
Penulis :
Zeni Nasrul
Kisah antara Nabi Musa ‘alaihissalaam dan Nabi Khidzir
‘alaihissalaam berawal dari pertanyaan kaum Nabi Musa kepada beliau,
sebagaimana yang termaktub dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary
dalam kitab shahih.
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ غُرَيْرٍ الزُّهْرِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا
يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ صَالِحٍ عَنْ ابْنِ
شِهَابٍ حَدَّثَهُ أَنَّ عُبَيْدَ اللَّهِ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ أَخْبَرَهُ عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ تَمَارَى هُوَ وَالْحُرُّ بْنُ قَيْسِ بْنِ حِصْنٍ
الْفَزَارِيُّ فِي صَاحِبِ مُوسَى قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ هُوَ خَضِرٌ فَمَرَّ
بِهِمَا أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ فَدَعَاهُ ابْنُ عَبَّاسٍ فَقَالَ إِنِّي تَمَارَيْتُ
أَنَا وَصَاحِبِي هَذَا فِي صَاحِبِ مُوسَى الَّذِي سَأَلَ مُوسَى السَّبِيلَ
إِلَى لُقِيِّهِ هَلْ سَمِعْتَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَذْكُرُ شَأْنَهُ قَالَ نَعَمْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ بَيْنَمَا مُوسَى فِي مَلَإٍ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ جَاءَهُ
رَجُلٌ فَقَالَ هَلْ تَعْلَمُ أَحَدًا أَعْلَمَ مِنْكَ قَالَ مُوسَى لَا فَأَوْحَى
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى مُوسَى بَلَى عَبْدُنَا خَضِرٌ فَسَأَلَ مُوسَى
السَّبِيلَ إِلَيْهِ فَجَعَلَ اللَّهُ لَهُ الْحُوتَ آيَةً وَقِيلَ لَهُ إِذَا
فَقَدْتَ الْحُوتَ فَارْجِعْ فَإِنَّكَ سَتَلْقَاهُ وَكَانَ يَتَّبِعُ أَثَرَ
الْحُوتِ فِي الْبَحْرِ فَقَالَ لِمُوسَى فَتَاهُ { أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا
إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهِ إِلَّا
الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ } { قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِي فَارْتَدَّا
عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا } فَوَجَدَا خَضِرًا فَكَانَ مِنْ شَأْنِهِمَا الَّذِي
قَصَّ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي كِتَابِهِ
“Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Gharair
Az-Zuhri berkata, Telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Ibrahim berkata,
telah menceritakan bapakku kepadaku dari Shalih dari Ibnu Syihab, dia
menceritakan bahwa ‘Ubaidullah bin Abdullah mengabarkan kepadanya dari Ibnu
‘Abbas, bahwasanya dia dan Al Hurru bin Qais bin Hishin Al Fazari berdebat
tentang sahabat Musa ‘Alaihis salam, Ibnu ‘Abbas berkata; dia adalah Khidlir
‘Alaihissalam. Tiba-tiba lewat Ubay bin Ka’ab di depan keduanya, maka Ibnu
‘Abbas memanggilnya dan berkata: “Aku dan temanku ini berdebat tentang sahabat
Musa ‘Alaihissalam, yang ditanya tentang jalan yang akhirnya mempertemukannya,
apakah kamu pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan
masalah ini?”
Ubay bin Ka’ab menjawab: Ya, benar,
aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketika
Musa di tengah pembesar Bani Israil, datang seseorang yang bertanya: apakah
kamu mengetahui ada orang yang lebih pandai darimu?” Berkata Musa
‘Alaihissalam: “Tidak”. Maka Allah Ta’ala mewahyukan kepada Musa ‘Alaihis alam:
“Ada, yaitu hamba Kami bernama Hidlir.” Maka Musa ‘Alaihissalam meminta jalan
untuk bertemu dengannya. Allah menjadikan ikan bagi Musa sebagai tanda dan dikatakan
kepadanya; “jika kamu kehilangan ikan tersebut kembalilah, nanti kamu akan
berjumpa dengannya”. Maka Musa ‘Alaihissalam mengikuti jejak ikan di lautan.
Berkatalah murid Musa ‘Alaihissalam: “Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat
berlindung di batu tadi? Sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu
dan tidaklah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan”. Maka Musa
‘Alaihissalam berkata:.”Itulah (tempat) yang kita cari”. Lalu keduanya kembali,
mengikuti jejak mereka semula. Maka akhirnya keduanya bertemu dengan Hidlir
‘Alaihissalam.” Begitulah kisah keduanya sebagaimana Allah ceritakan dalam
Kitab-Nya.” (shahih Bukhary, Kitab Ilmu no.74)
Permohonan Nabi Musa pada Khidzir
tercatat di QS. Al-Kahfi ayat 66-70
{قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ
أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا . قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا . وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا . قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلا أَعْصِي لَكَ
أَمْرًا . قَالَ فَإِنِ
اتَّبَعْتَنِي فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا
Musa
berkata kepada Khidir, "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan
kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”
Dia menjawab, "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar
bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” Musa berkata, "Insya
Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan
menentangmu dalam sesuatu urusan pun.” Dia berkata, "Jika kamu
mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun,
sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.”
Khidzir
Melubangi Perahu
فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا رَكِبَا فِي
السَّفِينَةِ خَرَقَهَا قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ
شَيْئًا إِمْرًا .
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا .
قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا
Maka
berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu, lalu Khidir
melubanginya. Musa berkata, "Mengapa kamu melubangi perahu itu yang
akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu
kesalahan yang besar.” Dia (Khidir) berkata, "Bukankah aku telah
berkata, 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku'.”
Musa berkata, "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan
janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.” (QS.
Al-Kahfi : 71-73)
Khidzir
Membunuh Anak Kecil
فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا لَقِيَا
غُلامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ
جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا
Maka
berjalanlah keduanya: hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak,
maka Khidir membunuhnya. Musa berkata, "Mengapa kamu bunuh jiwa yang
bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan
suatu yang mungkar.” (QS. Al-Kahfi : 74)
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ
تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا .
قَالَ إِنْ سَأَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍ بَعْدَهَا فَلا تُصَاحِبْنِي قَدْ بَلَغْتَ
مِنْ لَدُنِّي عُذْرًا
Khidir
berkata, "Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya kamu tidak
akan dapat sabar bersamaku.” Musa berkata, "Jika aku bertanya kepadamu
tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan
aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku.” (QS.
Al-Kahfi : 75-76)
Khidzir
Memperbaiki Dinding Rumah Yang Hampir Roboh
فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا أَتَيَا أَهْلَ
قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا
جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنْقَضَّ فَأَقَامَهُ قَالَ لَوْ شِئْتَ لاتَّخَذْتَ
عَلَيْهِ أَجْرًا .
قَالَ هَذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ
تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا
Maka
keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri,
mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu
tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu
dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir menegakkan dinding itu. Musa
berkata, "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.” Khidir
berkata, "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; aku akan
memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya. (QS. Al-Kahfi : 77-78)
Tafsir
dari 3 kejadian yang di saksikan Musa
أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ
لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ
وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا
Adapun
bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku
bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja
yang merampas tiap-tiap bahtera. (QS. Al-Kahfi : 79)
وَأَمَّا الْغُلامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ
مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا .
فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ
رُحْمًا
Dan
adapun anak itu, maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir
bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain
yang lebih baik kesuciannya daripada anaknya itu dan lebih kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).
(QS. Al-Kahfi : 80-81)
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلامَيْنِ
يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنز لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا
صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا
كَنزهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ذَلِكَ تَأْوِيلُ
مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا
Adapun
dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di
bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedangkan ayahnya adalah
seorang yang saleh. Maka Tuhannya menghendaki supaya mereka sampai kepada
kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu,
dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu
adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. (QS.
Al-Kahfi : 82)
Demikianlah
akhir dari kisah Perjalan Nabi Musa dan Nabi Khidzir. Manusia tercipta beserta
kekurangannya dan kelebihannya, masing-masing kita mempunyai perbedaan. Perbedaan
tersebut bukan untuk tumbuh menjadi masalah antara kita, melainkan sebagai penyempurna
akan sesuatu.
Wallahu
a’lam bish shawab
Semoga kita dapat mengambil hikmahnya
ReplyDeleteTerima kasih ilmunya