Sesungguhnya Hari Keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan, yaitu
hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala, lalu kamu datang
berkelompok-kelompok, dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu;
dan dijalankanlah gunung-gunung, maka menjadi fatamorganalah ia. Sesungguhnya
neraka Jahanam itu (padanya) ada tempat pengintai, lagi menjadi tempat kembali
bagi orang-orang yang melampaui batas, mereka tinggal di dalamnya berabad-abad
lamanya, mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat)
minuman, selain air yang mendidih dan nanah, sebagai pembalasan yang setimpal.
Sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab, dan mereka mendustakan ayat-ayat
Kami dengan sesungguh-sungguhnya. Dan segala sesuatu telah Kami catat dalam
suatu kitab. Karena itu, rasakanlah. Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah
kepada kamu selain dari azab.
Allah Swt. berfirman, menceritakan tentang Hari Keputusan—yaitu hari kiamat—
bahwa sesungguhnya hari itu telah ditetapkan waktu yang tertentu bagi
kejadiannya, tidak diundurkan, dan tidak dikurangi (dimajukan), dan tiada
seorang pun yang mengetahui tentang ketetapan waktunya secara tertentu
melainkan hanya Allah Swt. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
وَما نُؤَخِّرُهُ إِلَّا
لِأَجَلٍ مَعْدُودٍ
Dan Kami tiadalah mengundurkannya, melainkan sampai waktu tertentu.
(Hud: 104)
Adapun firman Allah Swt.:
يَوْمَ يُنْفَخُ فِي
الصُّورِ فَتَأْتُونَ أَفْوَاجًا
yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala, lalu kalian datang
berkelompok-kelompok. (An-Naba: 18)
Mujahid mengatakan bergelombang-gelombang atau rombongan-rombongan. Ibnu
Jarir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah setiap umat datang bersama
dengan rasulnya sendiri, semakna dengan apa yang disebutkan di dalam
firman-Nya:
يَوْمَ نَدْعُوا كُلَّ
أُناسٍ بِإِمامِهِمْ
(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan
pemimpinnya. (Al-Isra: 71)
Imam Bukhari sehubungan dengan firman-Nya: yaitu hari (yang pada waktu
itu) ditiup sangkakala, lalu kamu datang berkelompok-kelompok. (An-Naba:
18) mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدٌ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ،
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم:
"ما بين النفختين أربعون". قَالُوا: أَرْبَعُونَ يَوْمًا؟
قَالَ: "أبيتُ". قَالُوا: أَرْبَعُونَ شَهْرًا؟ قَالَ:
"أَبَيْتُ". قَالُوا: أَرْبَعُونَ سَنَةً؟ قَالَ: "أَبَيْتُ".
قَالَ: "ثُمَّ يُنزلُ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فينبتُونَ كَمَا ينبتُ
البقلُ، لَيْسَ مِنَ الْإِنْسَانِ شيءٌ إِلَّا يَبلَى، إِلَّا عَظْمًا وَاحِدًا،
وَهُوَ عَجْبُ الذنَب، وَمِنْهُ يُرَكَّبُ الخَلْقُ يومَ الْقِيَامَةِ"
Telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abu
Mu'awiyah, dari Al-Abu’masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Jarak waktu di
antara kedua tiupan adalah empat puluh.” Mereka (para sahabat) bertanya,
"Apakah empat puluh hari?” Rasulullah Saw. menjawab, "Aku tidak
mau mengatakannya.” Mereka bertanya, "Apakah empat puluh bulan?"
Rasulullah Saw. menjawab, "Aku menolak untuk
mengatakannya.” Mereka bertanya lagi, "Apakah empat puluh tahun?”
Rasulullah Saw. menjawab, "Aku menolak untuk mengatakannya.” Lalu
Rasulullah Saw. melanjutkan, "Kemudian Allah menurunkan hujan dari
langit, maka bermunculanlah mereka sebagaimana tumbuhnya sayur-mayur. Tiada
suatu anggota tubuh pun dari manusia melainkan pasti hancur kecuali satu
tulang, yaitu tulang ekornya, maka darinyalah makhluk disusun kembali kelak di
hari kiamat.”
Firman Allah Swt.:
وَفُتِحَتِ السَّمَاءُ
فَكَانَتْ أَبْوَابًا
dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu. (An-Naba: 19)
Yakni membentuk jalan-jalan atau jalur-jalur untuk turunnya para malaikat.
وَسُيِّرَتِ الْجِبَالُ
فَكَانَتْ سَرَابًا
dan dijalankanlah gunung-gunung, maka menjadi fatamorganalah ia.
(An-Naba: 20)
Semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
وَتَرَى الْجِبالَ
تَحْسَبُها جامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحابِ
Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya,
padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (An-Naml: 88)
Dan firman-Nya:
وَتَكُونُ الْجِبالُ
كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ
dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan. (Al-Qari'ah:
5)
Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{فَكَانَتْ سَرَابًا}
maka menjadi falamorganalah ia. (An-Naba: 20)
Baca juga : Terjemah-tafsir-ibnu-katsir-surat-naba 1-16
Artinya, terbayang oleh orang yang memandangnya seakan-akan gunung itu
adalah sesuatu benda, padahal kenyataannya tidaklah demikian; sesudah itu
gunung-gunung tersebut lenyap sama sekali tanpa bekas, sebagaimana yang
disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَيَسْئَلُونَكَ عَنِ
الْجِبالِ فَقُلْ يَنْسِفُها رَبِّي نَسْفاً فَيَذَرُها قَاعًا صَفْصَفاً لَا تَرى
فِيها عِوَجاً وَلا أَمْتاً
Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka katakanlah,
"Tuhanku akan menghancurkannya (di hari kiamat) sehancur-hancurnya, maka
Dia akan menjadikan (bekas) gunung-gunung itu datar sama sekali, tidak ada
sedikit pun kamu lihat padanya tempat yang rendah dan yang tinggi-tinggi.”
(Thaha: 105-107)
Dan firman Allah Swt.:
وَيَوْمَ نُسَيِّرُ
الْجِبالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بارِزَةً
Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung
dan kamu akan melihat bumi itu datar. (Al-Kahfi: 47)
Adapun firman Allah Swt.:
إِنَّ جَهَنَّمَ كَانَتْ
مِرْصَادًا
Sesungguhnya neraka Jahanam itu adalah tempat yang telah disediakan.
(An-Naba: 21)
Yakni tempat yang telah disediakan dan dikhususkan,
للِطَّاغِينَ
bagi orang-orang yang melampaui batas. (An-Naba: 22)
Mereka adalah para pembangkang, para pendurhaka yang menentang rasul-rasul
Allah.
مَآبًا
sebagai tempat kembali (mereka). (An-Naba: 22)
Yaitu sebagai tempat kembali dan tempat menetap serta tempat mereka
berpulang.
Al-Hasan dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt: Sesungguhnya
neraka Jahanam itu (padanya) ada tempat pengintai. (An-Naba: 21) Maksudnya,
tiada seorang pun yang akan masuk surga melainkan harus melewati neraka. Maka
jika ia mempunyai jawaz (paspor), selamatlah ia; dan apabila tidak
mempunyainya, maka ia ditahan.
Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa di atas neraka terdapat tiga buah jembatan.
Firman Allah Swt.:
لابِثِينَ فِيهَا
أَحْقَابًا
mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23)
Yakni mereka tinggal di dalam neraka selama berabad-abad, bentuk jamak dari hiqbun,
yang artinya suatu masa dari zaman. Mereka berselisih pendapat tentang kadarnya
masa ini.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Ibnu Humaid, dari Mahran, dari Sufyan
As-Sauri, dari Ammar Ad-Duhni, darr Salim ibnu Abul Ja'd yang mengatakan bahwa
Ali ibnu Abu Talib pernah bertanya sehubungan dengan penanggalan kamariah
hijriah, "Apakah yang kalian jumpai dalam Kitabullah tentang makna al-hiqbu?
Lalu dijawab, "Kami menjumpainya berarti delapan puluh tahun, tiap tahun
mengandung dua belas bulan, dan tiap bulan mengandung tiga puluh hari, dan
setiap hari lamanya sama dengan seribu tahun." Hal yang sama telah
diriwayatkan dari Abu Hurairah, Abdullah ibnu Amr, Ibnu Abbas, Sa'id ibnu
Jubair, Amr ibnu Maimun, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Ad-Dahhak.
Telah diriwayatkan pula dari Al-Hasan dan As-Saddi, bahwa lamanya tujuh
puluh tahun dengan ketentuan yang sama. Telah diriwayatkan dari Abdullah ibnu
Amr, bahwa satu hiqbu adalah empat puluh tahun, tiap hari darinya sama
lamanya dengan seribu tahun menurut perhitunganmu. Keduanya diriwayatkan oleh
Ibnu Abu Hatim.
Basyir ibnu Ka'b mengatakan, pernah diceritakan kepadanya bahwa satu hiqbu
adalah tiga ratus tahun, dua belas bulan pertahunnya, dan setiap tahunnya
mengandung tiga ratus enam puluh hari, dan lama tiap harinya sama dengan seribu
tahun. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu
Abu Hatim.
Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Amr ibnu Ali
ibnu Abu Bakar Al-Isfidi, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyah
Al-Fazzari, dari Ja'far ibnuz Zubair, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah, dari Nabi
Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka tinggal di dalamnya
berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23) Bahwa al-hiqbu adalah satu
bulannya bulan yang berisikan tiga puluh hari, dan tahunnya berisikan dua belas
bulan, dan satu tahunnya berisikan tiga ratus enam puluh hari; setiap harinya
sama dengan seribu tahun menurut perhitunganmu; maka satu hiqbu adalah
tiga puluh ribu tahun. Hadis ini munkar sekali. Al-Qasim dan orang yang
meriwayatkan darinya —yaitu Ja'far ibnuz Zubair— kedua-duanya hadisnya tidak
terpakai.
قَالَ
الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مِرْدَاس، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ
مُسْلِمٍ أَبُو المُعَلَّى قَالَ: سَأَلْتُ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيَّ: هَلْ
يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ أَحَدٌ؟ فَقَالَ حَدَّثَنِي نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ،
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ:
"وَاللَّهِ لَا يُخْرُجُ مِنَ النَّارِ أَحَدٌ حَتَّى يَمْكُثَ فِيهَا
أَحْقَابًا".
Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mirdas,
telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Muslim alias Abul Ala yang
mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Sulaiman At-Taimi, "Apakah ada
seseorang yang dikeluarkan dari neraka?" Maka ia menjawab bahwa telah
menceritakan kepadaku Nafi', dari Ibnu Umar, dari Nabi Saw. yang telah
bersabda: Demi Allah, tiada seorang pun yang dikeluarkan dari neraka sebelum
tinggal di dalamnya selama berabad-abad.
Lalu ia menyebutkan bahwa satu hiqbu ialah delapan puluh tahun lebih setiap
tahunnya mengandung tiga ratus enam puluh hari menurut perhitunganmu. Kemudian
Sulaiman ibnu Muslim Al-Basri mengatakan bahwa pendapat inilah yang terkenal.
As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka
tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23) Yakni tujuh ratus hiqbu,
setiap hiqbu tujuh puluh tahun, setiap tahun tiga ratus enam puluh hari, dan
setiap hari sama dengan seribu tahun menurut perhitunganmu.
Muqatil ibnu Hayyan telah mengatakan bahwa sesungguhnya ayat ini telah
di-mansukh oleh firman Allah Swt. yang mengatakan: Karena itu, rasakanlah.
Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kalian selain dari azab.
(An-Naba: 30)
Khalid ibnu Ma'dan telah mengatakan bahwa ayat ini dan firman Allah Swt.: kecuali
jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). (Hud: 107) berkenaan dengan ahli
tauhid (yang berbuat durhaka); keduanya diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa dapat pula ditakwilkan bahwa firman
Allah Swt.: mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba:
23) Berkaitan dengan firman-Nya: mereka tidak merasakan kesejukan di
dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman. (An-Naba: 24)
Kemudian Allah mengadakan lagi bagi mereka sesudahnya azab yang lain yang
berbeda dengan azab yang sebelumnya. Selanjutnya Ibnu Jarir mengatakan bahwa
pendapat yang sahih mengatakan bahwa azab di neraka itu tiada habis-habisnya,
seperti yang dikatakan oleh Qatadah dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Yang hal ini telah dikatakannya sebelumnya, bahwa telah menceritakan
kepadaku Muhammad ibnu Abdur Rahim Al-Burqi, telah menceritakan kepada kami Amr
ibnu Abu Salamah, dari Zuhair, dari Salim yang mengatakan bahwa aku mendengar
Al-Hasan ditanya tentang makna firman Allah Swt.: mereka tinggal di dalamnya
berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23). Lalu Al-Hasan menjawab, bahwa makna ahqab
tiada bilangannya melainkan hanyalah menunjukkan kekal di dalam neraka. Tetapi
jika mereka menyebutkan al-hiqbu adalah tujuh puluh tahun, itu berarti
setiap hari darinya sama dengan seribu tahun menurut perhitunganmu.
Sa'id telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman Allah
Swt.: mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23)
Yang dimaksud dengan berabad-abad adalah masa yang tiada habis-habisnya, setiap
kali habis satu abad datang lagi abad selanjutnya, tanpa ada batasnya.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka
tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23) Bahwa tiada seorang
pun yang mengetahui bilangan masa tersebut kecuali hanya Allah Swt. Telah
diriwayatkan pula kepada kami bahwa al-hiqbu sama dengan delapan puluh
tahun, dan setiap tahunnya mengandung tiga ratus enam puluh hari, sedangkan
setiap harinya sama dengan seribu tahun menurut perhitunganmu. Kedua pendapat
diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Firman Allah Swt.:
لَا يَذُوقُونَ فِيهَا
بَرْدًا وَلا شَرَابًا
mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat)
minuman. (An-Naba: 24)
Yakni di dalam neraka Jahanam mereka tidak menjumpai hal yang menyejukkan
hati mereka, tidak pula menjumpai minuman yang baik buat pengisi perut mereka.
Oleh karena itu, maka disebutkan dalam firman berikutnya:
إِلا حَمِيمًا وَغَسَّاقًا
selain air yang mendidih dan nanah. (An-Naba: 25)
Abul Aliyah mengatakan bahwa ini merupakan lawan kata dari sebelumnya;
kesejukan diganti dengan air yang mendidih dan minuman yang enak diganti dengan
nanah. Yang dimaksud dengan hamim ialah air yang panasnya telah mencapai
puncak didihnya; dan yang dimaksud dengan gassaq ialah campuran dari
nanah, keringat, air mata, dan yang keluar dari luka-luka ahli neraka,
dinginnya tidak terperikan, dan baunya yang busuk tidak tertahankan. Kami telah
menerangkan tentang gassaq ini dalam tafsir surat Sad, hingga tidak
perlu diulangi lagi. Semoga Allah melindungi kita dari hal tersebut berkat
karunia dan kemurahan-Nya.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa suatu pendapat ada yang mengatakan bahwa
firman-Nya: mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya. (An-Naba: 24)
Yakni tidak dapat tidur selamanya, seperti yang dikatakan oleh Al-Kindi:
بَرَدَتْ
مَرَاشِفُهَا عَلَيَّ فَصَدَّنِي ... عَنْهَا وَعَنْ قُبُلَاتِهَا الْبَرْدُ
Terasa
sejuk olehku moncong wadah minumannya, tetapi rasa kantuk yang menyerang diriku
menghalangiku dari mereguknya.
Yang dimaksud dengan al-bard (dingin) ialah rasa kantuk yang berat.
Demikianlah menurut penuturan Ibnu Jarir, tetapi dia tidak menisbatkan syair
ini kepada siapa pun. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya melalui jalur
As-Saddi, dari Murrah At-Tayyib; dan ia telah menukilnya pula dari Mujahid.
Al-Bagawi telah meriwayatkannya pula dari Abu Ubaidah dan Al-Kisa-i.
Firman Allah Swt.:
جَزَاءً وِفَاقًا
sebagai pembalasan yang setimpal. (An-Naba: 26)
Yaitu siksaan yang sedang mereka alami ini merupakan hasil dari amal
perbuatan mereka yang rusak selama mereka berada di dunia. Demikianlah menurut
Mujahid dan Qatadah serta selain keduanya yang bukan hanya seorang. Kemudian
dalam firman berikutnya disebutkan:
إِنَّهُمْ كَانُوا لَا
يَرْجُونَ حِسَابًا
Sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab. (An-Naba: 27)
Yakni mereka sama sekali tidak percaya bahwa di alam akhirat ada kehidupan
lain yang mereka akan mendapati balasan amal perbuatannya dan menjalani hisab
(perhitungan)nya.
وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا
كِذَّابًا
dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh-sungguhnya.
(An-Naba: 28)
Dahulu mereka mendustakan hujah-hujah Allah dan bukti-bukti kebenaran-Nya
terhadap makhluk-Nya, yang Dia turunkan kepada para rasul-Nya, tetapi mereka
menyambutnya dengan kedustaan dan keingkaran.
Firman Allah Swt:
كِذَّابًا
dengan kedustaan yang sesungguh-sungguhnya. (An-Naba: 28)
Yaitu takziban (dengan sesungguh-sungguhnya), ini merupakan bentuk
masdar yang bukan berasal dari fi'il (kata kerja)nya. Ulama Nahwu
mengatakan bahwa pernah ada seorang Arab Badui meminta fatwa dari Al-Farra
sehubungan dengan tahalhil di Marwah, "Apakah memotong rambut yang
lebih engkau sukai ataukah mencukurnya pendek-pendek?" Yakni dengan
memakai ungkapan al-qissar (sewazan dengan kizzaba). Dan sebagian dari
mereka mengucapkan dalam salah satu bait syairnya,
لَقَد طالَ مَا
ثَبَّطتنِي عَن صَحَابَتِي ... وَعَنْ حِوَجٍ قَضَاؤُهَا مِن شفَائيا ...
"Sesungguhnya telah lama masa
yang menghambat dia dari menemaniku dan dari menunaikan keperluannya yang
banyak disebabkan keadaanku yang sengsara."
Firman Allah Swt.:
وَكُلَّ شَيْءٍ
أَحْصَيْنَاهُ كِتَابًا
Dan segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab. (An-Naba: 29)
Sesungguhnya Kami mengetahui amal perbuatan semua hamba dan Kami telah
mencatatkannya atas mereka, maka Kami akan membalaskannya terhadap mereka; jika
baik, maka balasannya baik; danjika buruk, maka balasannya buruk.
Firman Allah Swt:
فَذُوقُوا فَلَنْ نزيدَكُمْ
إِلا عَذَابًا
Karena itu, rasakanlah. Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada
kalian selain dari azab. (An-Naba: 30)
Yakni dikatakan kepada penduduk neraka, "Rasakanlah akibat dari
perbuatanmu, maka Kami tidak akan menambahkan kepada kalian selain azab yang
beraneka ragam."
Qatadah telah meriwayatkan dari Abu Ayyub Al-Azdi, dari Abdullah ibnu Amr
ibnul Asyang mengatakan bahwa tiada suatu ayat pun yang lebih keras bagi ahli
neraka selain dari firman-Nya: Karena itu, rasakanlah. Dan Kami sekali-kali
tidak akan menambah kepada kalian selain dari azab. (An-Naba: 30) Bahwa
mereka berada dalam tambahan azab selama-lamanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Muhammad ibnu Mus'ab As-Suri, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Abdur
Rahman, telah menceritakan kepada kami Jusr ibnu Farqad, dari Al-Hasan yang
mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Barzah Al-Aslami tentang ayat
yang paling keras di dalam Kitabullah atas ahli neraka. Maka ia menjawab, bahwa
ia pernah mendengar Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: Karena itu,
rasakanlah. Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kalian selain dari
azab. (An-Naba: 30)
Lalu beliau Saw. bersabda:
"هَلَكَ
الْقَوْمُ بِمَعَاصِيهِمُ اللَّهَ عَزّ وَجَلَّ"
Binasalah kaum itu disebabkan perbuatan-perbuatan durhaka mereka kepada
Allah Swt.
Jusr ibnu Farqad hadisnya lemah sama sekali.
Sumber :
Terjemah Tafsir Ibnu Katsir Jilid 30
Post a Comment
Post a Comment