عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «لَا تَشْرَبُوا فِي
آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، وَلَا تَأْكُلُوا فِي صِحَافِهِمَا، فَإِنَّهَا
لَهُمْ فِي الدُّنْيَا، وَلَكُمْ فِي الْآخِرَةِ» مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ.
Dari Hudzaifah bin Al Yaman RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu minum dalam bejana emas dan perak, dan janganlah makan pada piring (yang terbuat dari) keduanya, karena sesungguhnya (bejana atau piring emas dan perak itu) adalah bagi mereka (orang-orang musyrik) di dunia dan bagi kamu di akhirat.” (Muttafaq alaih) [Shahih: Al Bukhari 5426, Muslim 2067]
Biografi Perawi
Hudzaifah adalah Abu Abdullah Hudzaifah bin Al Yaman. Hudzaifah dan ayahnya adalah dua orang shahabat Nabi SAW yang mulia. Keduanya mengikuti perang Uhud. Hudzaifah adalah pemegang rahasia Rasulullah SAW. sekelompok shahih dan thabi’in meriwayatkan (hadits) darinya. Ia meninggal dunia di Al Mada’in pada tahun 35 atau 36 H, empat malam setelah terbunuhnya Utsman RA.
Penjelasan Kalimat
Janganlah kamu minum dalam bejana emas dan perak, dan janganlah makan pada piring (yang terbuat dari) keduanya, (kata (صِحَافِهِمَا) adalah bentuk jamak dari (صَحْفَةٍ). Al Kisa’i berkata, “(الصَّحْفَةُ) adalah piring yang isinya dapat mengenyangkan lima orang) karena sesungguhnya ia (yaitu bejana emas dan perak serta piring yang terbuat dari keduanya) adalah bagi mereka (yaitu bagi orang-orang musyrik meskipun tidak disebutkan, karena mereka itu sudah maklum) di dunia (sebagai informasi dari kondisi mereka, bukan berarti sebagai informasi bahwa hal itu halal buat mereka) dan bagi kamu di akhirat.”
Tafsir Hadits
Hadits di atas adalah dalil haramnya makan dan minum pada bejana dan piring yang terbuat dari emas dan perak, baik bejana tersebut khusus emas maupun yang tercampur dengan perak, karena ia termasuk bejana emas dan perak. An Nawawi berkata, ‘Sesungguhnya telah terjadi ijma atas haramnya makan dan minum pada keduanya.’
Terjadi perbedaan mengenai illat-nya. Ada yang mengatakan karena sombong, dan yang lain mengatakan karena terbuat dari emas dan perak.
Para ulama berbeda pendapat mengenai tempat yang dilapisi dengan emas atau perak, apakah juga diharamkan sebagaimana emas dan perak? Ada yang berpendapat bahwa jika lapisan emas dan perak itu bisa dipisahkan maka haram secara ijma, karena termasuk menggunakan emas dan perak. Dan jika tidak mungkin dipisahkan, maka tidak haram. Dan yang lebih dekat kepada kebenaran, jika disebut bahwa itu adalah bejana emas atau perak dan dinamai dengannya, maka tercakup dalam lafazh hadits tersebut, dan jika tidak, maka tidak haram. Standarnya adalah dengan menamainya (bejana emas atau perak) pada masa kenabian, jika tidak diketahui maka asalnya adalah halal.
Adapun bejana yang ditambal dengan keduanya, maka diperbolehkan makan dan minum padanya menurut ijma.
Berkenaan dengan menggunakan tempat yang terbuat dari emas dan perak untuk makan dan minum tidak ada perbedaan padanya. Adapun untuk selain makan dan minum, yakni untuk penggunaan yang lain, apakah juga diharamkan? Ada yang mengatakan tidak diharamkan karena tidak ada nashnya, kecuali pada makan dan minum. Ada pula yang mengatakan bahwa diharamkan semua penggunaan lainnya menurut ijma, kemudian sebagian ulama mutaakhirin membantahnya dan berkata, “Nashnya disebutkan pada makan dan minum, selainnya tidak, menyamakan semua penggunaan dengan keduanya secara qiyas tidak memenuhi syarat-syarat qiyas.
Yang benar adalah pendapat yang mengatakan bahwa tidak haram selain tempat untuk makan dan minum, sebab itu yang ditegaskan dengan nash. sedang klaim ijma tidak benar, inilah kemalangan mengganti lafazh nabawi dengan yang lainnya. Karena hadits menyebutkan keharamannya pada makan dan minum, maka mereka meninggalkan redaksinya kepada semua bentuk penggunaan dan meninggalkan ucapan Nabi SAW, lalu mendatangkan lafazh umum dari diri mereka sendiri.
Sepertinya penulis menyebutkan hadits pada pembahasan ini untuk menunjukkan haramnya wudhu pada bejana emas dan perak. Karena penggunaan terhadap keduanya menurut mazhabnya adalah haram. Jika tidak ada maksud ini, maka hadits ini sebenarnya masuk dalam bab makanan dan minuman.
Kemudian, apakah batu-batu berharga seperti permata dan mutiara disamakan dengan emas dan perak? Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat. Dan nampaknya yang lebih kuat adalah tidak disamakan, dan diperbolehkan menurut asal kebolehannya karena tidak ada dalil yang disebutkan mengenai hal tersebut.
Sumber : Ebook Terjemah Subulus Salam kampungsunnah.org
Post a Comment
Post a Comment