وَعَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيِّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -، قَالَ: «قُلْت:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إنَّا بِأَرْضِ قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ، أَفَنَأْكُلُ فِي
آنِيَتِهِمْ؟ قَالَ: لَا تَأْكُلُوا فِيهَا، إلَّا أَنْ لَا تَجِدُوا غَيْرَهَا،
فَاغْسِلُوهَا، وَكُلُوا فِيهَا» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari Abu Tsa’labah al Khusyani RA ia berkata, “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah SAW, sesungguhnya kami berada pada negeri ahli kitab, bolehkah kami makan pada bejana mereka?’ beliau SAW menjawab, “Janganlah kamu makan padanya, kecuali jika kalian tidak mendapatkan yang lain, maka cucilah (bejana mereka) kemudian makanlah padanya.” (Muttafaq alaih)
[Shahih: Al Bukhari 5478, Muslim 1930]
Biografi Perawi
Abu Tsa’labah al Khusyani, dinisbatkan kepada Khusyain bin an Namir dari Qudha’ah. namanya Jurhum bin Nasyib, ia lebih terkenal dengan julukan yang diberikan padanya. Ia membaiat Rasulullah SAW pada Baiat ar Ridhwan. Rasulullah SAW memberikan bagian kepadanya pada perang Khaibar dan mengutusnya kepada kaumnya, lalu mereka pun masuk Islam. Ia berpindah ke Syam dan meninggal dunia di sana pada tahun 57 H, dan ada yang berpendapat yang lain tentang tahun meninggalnya.
Tafsir Hadits
Hadits ini dijadikan dalil najisnya bejana ahli kitab. Apakah karena najisnya makanan mereka, ataukah karena mereka makan babi dan minum khamar (arak) padanya, ataukah karena dimakruhkan? Yang mengatakan najisnya makanan orang kafir adalah Al Hadawiyah dan Al Qasimiyah, dan didukung oleh Ibnu Hazm. Mereka juga berdalil dengan zhahirnya firman Allah SWT:
{إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ}
“Sesungguhnya orang-orang yang Musyrik itu najis.” (QS. At-Taubah [9]: 28)
Dan ahli kitab disebut orang musyrik, karena mereka mengatakan bahwa Isa adalah putra Allah, dan Uzair adalah putra Allah.
Selain mereka dari Ahlul Bait seperti Al Mu’ayyid dan yang lainnya berpendapat mengenai sucinya makanan mereka, dan ini yang benar berdasarkan firman Allah SWT:
{وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ}
‘makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikan Al Kitab itu halal bagimu dan makanan kamu halal pula bagi mereka.” (QS. Al-Maidah [5]: 5)
Dan bahwa Nabi SAW berwudhu dari tempat bekal seorang musyrik. Juga berdasarkan hadits Jabir yang diriwayatkan oleh ahmad dan Abu Daud:
«وَكُنَّا نَغْزُو مَعَ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَنُصِيبُ مِنْ آنِيَةِ الْمُشْرِكِينَ وَأَسْقِيَتِهِمْ وَلَا يَعِيبُ ذَلِكَ عَلَيْنَا»
“Kami pernah bersama Rasulullah SAW, lalu mendapatkan bejana dan tempat minum orang musyrik, dan beliau tidak mencela hal itu atas kami.”
[Shahih: Shahih Abu Daud
3838]
Ahmad meriwayatkan dari hadits Anas, bahwa Rasulullah SAW diajak oleh seorang Yahudi kepada jamuan makanan roti yang terbuat dari gandum yang telah berubah.
[Musnad Ahmad 3/210]
Dalam Al Bahr ia berkata, “Seandainya makanan mereka haram, niscaya beliau menyuruh untuk menjauhinya lantaran minimnya jumlah kaum Muslimin ketika itu. Dan banyaknya mereka menggunakannya pasti tidak lepas dari pakaian dan makanan mereka. Kebiasaan semacam ini perlu adanya penentuan hukum.
Mereka berkata, “Hadits Abu Tsa’labah tidak berarti dimakruhkannya makan pada bejana mereka lantaran kotoran, karena jika najis, beliau tidak akan mensyaratkan ketiadaan yang lain, sebab bejana yang bernajis dan juga benda lainnya setelah menghilangkan najisnya adalah sama-sama tidak bernajis, atau untuk menutup kemungkinan agar tidak jatuh kepada haram, atau karena ia najis lantaran apa yang dimasak di dalamnya bukan karena makanan mereka, sebagaimana yang dijelaskan dalam riwayat Abu Daud dan Ahmad dengan lafazh:
«إنَّا نُجَاوِرُ أَهْلَ الْكِتَابِ وَهُمْ يَطْبُخُونَ فِي قُدُورِهِمْ الْخِنْزِيرَ وَيَشْرَبُونَ فِي آنِيَتِهِمْ الْخَمْرَ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: إنْ وَجَدْتُمْ غَيْرَهَا»
“Sesungguhnya kami hidup di sekitar Ahli Kitab dan mereka memasak babi dalam panci mereka, minum khamar dalam bejana mereka, maka Rasulullah SAW bersabda, “Jika kalian mendapatkan yang lainnya.”
[Shahih: Abu Daud 3839]
Haditsnya yang pertama mutlak, sedang yang ini muqayyad (terikat atau khusus) dengan bejana yang di dalamnya dimasak dan diminum apa yang telah disebutkan, maka yang mutlak ditinggalkan lalu mengamalkan yang muqayyad. Adapun ayat, maka najis menurut bahasa adalah yang dianggap kotor, lebih umum dari pengertian menurut syariat. Ada yang berpendapat bahwa maknanya adalah yang bernajis, karena mereka disertai kemusyrikan yang sama dengan najis, juga karena mereka tidak bersuci, tidak mandi dan tidak menjauhi berbagai najis yang bercampur dengan mereka, olehnya itu maka dipadukanlah antara hadits ini dengan ayat Al Maidah dan hadits-hadits tersebut sesuai dengan hukumnya, dan ayat Al Maidah lebih jelas maksudnya.
Sumber : Ebook Terjemah Subulus Salam kampungsunnah.org
Post a Comment
Post a Comment