وَعَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - «أَنَّ
النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ - فِي دَمِ الْحَيْضِ
يُصِيبُ الثَّوْبَ تَحُتُّهُ، ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ، ثُمَّ تَنْضَحُهُ،
ثُمَّ تُصَلِّي فِيهِ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Asma binti Abu Bakar RA bahwa Nabi SAW bersabda mengenai darah haidh yang mengenai pakaian, “Engkau menggosoknya kemudian mengeruknya dengan air, kemudian memercikinya lalu engkau shalat padanya.” [Shahih: Al Bukhari 227, Muslim 291]
Biografi Perawi
Asma’ adalah puteri Abu Bakar, Ummu Abdullah bin Az Zubair, masuk Islam di Makkah sejak dahulu dan membaiat Nabi SAW. ia lebih tua sepuluh tahun dari Aisyah RA, dan meninggal dunia di Makkah pada tahun 73 H, setelah terbunuh putranya kurang dari sebulan dalam usia 100 tahun. Giginya tetap utuh dan tidak ada perubahan pada akalnya, tetapi ia telah buta.
Penjelasan Kalimat
Nabi SAW bersabda mengenai darah haidh yang
mengenai pakaian, “Engkau menggosoknya (yakni, mengeruknya,
maksudnya menghilangkan bendanya) kemudian
mengeruknya dengan air, (yaitu kain tersebut. Maksudnya ia menggosok
darah tersebut dengan ujung-ujung jarinya agar dapat hilang dan yang meresap ke
dalam kain tersebut dapat keluar) kemudian memercikinya
(yakni mencucinya dengan air) lalu
engkau shalat padanya.”
Dan diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan lafazh,
[اُقْرُصِيهِ بِالْمَاءِ وَاغْسِلِيهِ]
“Gosoklah kemudian cuci dan shalat
padanya.”
[Shahih: Shahih Ibnu Majah
634]
Dan Ibnu Abi Syaibah dengan lafazh:
[اُقْرُصِيهِ بِالْمَاءِ وَاغْسِلِيهِ وَصَلِّي فِيهِ]
Gosok dan cucilah dengan air, lalu shalatlah
padanya.”
[Al Mushannaf 1/91]
Dan diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, An Nasa'i, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dari hadits Ummi Qais binti Mihshan bahwa ia bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai darah haid yang mengenai pakaian, maka beliau menjawab,
حُكِّيهِ بِصَلَعٍ وَاغْسِلِيهِ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ
“Gosoklah dengan batu, cucilah dengan air dan daun
bidara.”
[Shahih: Shahih Abu Daud
363]
Ibnu Al Qaththan berkata, “Isnadnya pada puncak keshahihan, dan saya tidak mengetahui ada cacatnya. Sabda beliau, ‘Dengan Ash Shal’, yaitu batu.
Tafsir Hadits
Hadits tersebut adalah dalil najisnya darah haidh, wajibnya mencuci dan bersungguh-sungguh dalam menghilangkannya berdasarkan banyaknya lafazh yang digunakan dan yang mengungkapkannya, seperti menggosok, mengeruk dan memerciki untuk menghilangkan bekasnya. Dan zhahirnya, bahwa tidak wajib selain itu, meskipun masih ada bendanya yang tersisa maka tidak wajib memaksakan untuk menghilangkannya karena tidak disebutkan dalam hadits tersebut sementara dibutuhkan keterangan, juga karena diriwayatkan pada yang lainnya:
[وَلَا يَضُرُّك أَثَرُهُ]
‘Dan bekasnya tidak membahayakanmu.’
[shahih: shahih Abu Daud
365]
Post a Comment
Post a Comment