وَعَنْهُ «إذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلَا يَغْمِسْ يَدَهُ فِي
الْإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلَاثًا، فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ
يَدُهُ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَهَذَا لَفْظُ مُسْلِمٍ
Dan darinya ‘apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya, maka janganlah ia memasukkan tangannya ke dalam bejana sebelum ia mencucinya tiga kali, karena ia tidak tahu di mana posisi tangannya saat tidur.’ (Muttafaq alaih dan ini lafazh Muslim)
[Shahih: Al Bukhari 162, Muslim
278]
Penjelasan Kalimat
apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya, maka janganlah ia memasukkan tangannya (tidak termasuk dalam kategori ini jika memasukkan tangan dengan timba untuk mengambil air, hal itu boleh sebab tidak termasuk memasukkan tangan, diriwayatkan dengan lafazh, ‘Janganlah memasukkan’ tetapi yang dimaksud adalah memasukkan tangan ke dalam air, bukan mengambil) ke dalam bejana (tidak termasuk kolam) sebelum ia mencucinya tiga kali, karena ia tidak tahu di mana posisi tangannya saat tidur.
Tafsir Hadits
Hadits tersebut menunjukkan wajibnya mencuci tangan bagi yang bangun dari tidur, baik malam ataupun siang. Dan yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah tidur di malam hari adalah Imam Ahmad, berdasarkan sabdanya baatat (tidur malam), ini adalah qarinah (indikasi) maksudnya tidur pada malah hari –sebagaimana telah disebutkan- tetapi diriwayatkan dengan lafazh:
إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنَ اللَّيْلِ....
‘apabila salah seorang kamu bangun tidur di waktu malam..’
[Shahih: Shahih Abu Daud
103]
Menurut Abu Daud dan At Tirmidzi dari jalur lain yang shahih, tetapi dapat dibantah bahwa keterangannya menunjukkan dimasukkannya tidur pada siang hari dengan tidur pada waktu malam.
Yang lainnya berpendapat –yaitu Asy-Syafi'i, Malik dan yang lainnya – bahwa perintah dalam riwayat, ‘Maka hendaklah ia mencucinya’ menunjukkan sunnah, dan larangan dalam riwayat ini adalah menunjukkan makruh. Qarinahnya adalah disebutkannya jumlah. Karena penyebutan pada najis yang tidak ada bendanya adalah dalil sunnah. Juga menjelaskan sesuatu perintah yang menimbulkan keraguan, dan keraguan tidak menunjukkan wajib dalam hukum ini. oleh karenanya, tetap mengacu pada hukum asal, yaitu suci.
Kemakruhan itu tidak dapat dihilangkan tanpa mencucinya tiga kali. Ini berlaku bagi yang bangun tidur. Adapun bagi yang hendak berwudhu tetapi tidak bangun dari tidur maka dianjurkan baginya berdasarkan hadits yang telah disebutkan pada sifat wudhu. Tidak makruh jika ditinggalkan, lantaran tidak adanya dalil yang melarangnya.
Jumhur berpendapat bahwa larangan dan perintah tersebut karena kemungkinan adanya najis di tangan. Dan jika seseorang mengetahui di mana posisi tangannya saat tidur, seperti orang yang membalut tangannya dengan kain lalu ia bangun dalam kondisi yang sama, maka tidak dimakruhkan baginya memasukkan tangannya meskipun disunnahkan mencucinya sebagaimana yang bangun tidur. Yang lainnya mengatakan perintah mencuci adalah taabudi, maka tidak ada perbedaan antara yang ragu dengan yang yakin. Dan pendapat mereka ini lebih kuat, sebagaimana yang telah berlalu.
Post a Comment
Post a Comment