TA’RID MEMINANG PEREMPUAN DALAM MASA ‘IDDAH (Ditinggal Mati dan Thalaq Ba’in) - TRIK1804 --> -->

TA’RID MEMINANG PEREMPUAN DALAM MASA ‘IDDAH (Ditinggal Mati dan Thalaq Ba’in)

Post a Comment

 

TA’RID MEMINANG PEREMPUAN DALAM MASA ‘IDDAH
(Ditinggal Mati dan Thalaq Ba’in)
Rabu, 27 Desember 2023

وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَكِنْ لَا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلا أَنْ تَقُولُوا قَوْلا مَعْرُوفًا وَلا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ

Dan tidak ada dosa bagi kalian meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kalian menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hati kalian. Allah mengetahui bahwa kalian akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kalian mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) perkara yang makruf. Janganlah kalian ber-'azam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis idahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hati kalian; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS. Al-Baqarah : 235)

وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ

Dan tidak ada dosa bagi kalian. (Al-Baqarah: 235)

Beberapa ta’rid (sindiran) seorang lelaki terhadap perempuan yang masih dalam masa ‘iddah, As-Sauri, Syu'bah,dan Ibnu Jarir serta lain-lainnya meriwayatkan dari Mansur, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Tidak ada dosa bagi kalian meminang wanita-wanita itu dengan sindiran. (Al-Baqarah: 235)
- "Sesungguhnya aku ingin kawin, dan sesungguhnya aku ingin mengawini seorang wanita yang anu dan anu sifatnya,"
- "Aku ingin bila Allah memberiku rezeki (mengawinkan aku) dengan seorang wanita,"
- "Sesungguhnya aku tidak ingin kawin dengan seorang wanita selainmu, insya Allah."
- "Sesungguhnya aku berharap dapat menemukan seorang wanita yang saleh."

Imam Bukhari meriwayatkan secara ta'liq. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepadanya Talq ibnu Ganam, dari Zaidah, dari Mansur, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Dan tidak ada dosa bagi kalian meminang wanita-wanita itu dengan sindiran. (Al-Baqarah: 235) Yang dimaksud dengan sindiran ialah bila seseorang lelaki mengatakan, "Sesungguhnya aku ingin kawin. Sesungguhnya wanita benar-benar merupakan hajatku. Aku berharap semoga dimudahkan untuk mendapat wanita yang saleh."

Mujahid, Tawus, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Ibrahim An-Nakha'i, Asy-Sya'bi, Al-Hasan, Qatadah, Az-Zuhri, Yazid ibnu Qasit, Muqatil ibnu Hayyan, dan Al-Qasim ibnu Muhammad serta sejumlah ulama Salaf dan para imam sehubungan dengan masalah ta'rid atau sindiran ini. Mereka mengatakan, boleh melakukan pinangan secara sindiran kepada wanita yang ditinggal mati oleh suaminya.

Hal yang sama berlaku pula terhadap wanita yang ditalak bain, yakni boleh melamarnya dengan kata-kata sindiran, seperti yang telah dikatakan oleh Nabi Saw. kepada Fatimah binti Qais ketika diceraikan oleh suaminya Abu Amr ibnu Hafs dalam talak yang ketiga. Nabi Saw. terlebih dahulu memerintahkan Fatimah binti Qais untuk melakukan idahnya di dalam rumah Ibnu Ummi Maktum, lalu bersabda kepadanya:

"فَإِذَا حَلَلْت فَآذِنِينِي". فَلَمَّا حلَّتْ خَطَبَ عَلَيْهَا أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ مَوْلَاهُ، فزَوّجها إِيَّاهُ

Apabila kamu telah halal (boleh nikah), maka beri tahulah aku. Ketika masa idah Fatimah binti Qais telah habis, maka ia dilamar oleh Usamah ibnu Zaid (pelayan Nabi Saw.), lalu Nabi Saw. mengawinkan Fatimah binti Qais dengan Usamah.

Wanita yang diceraikan, tidak ada perselisihan pendapat di kalangan ulama, bahwa tidak boleh bagi selain suaminya melakukan lamaran secara terang-terangan, tidak boleh pula secara sindiran.

أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ

atau kalian menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hati kalian. (Al-Baqarah: 235)

Yakni kalian memendam keinginan untuk melamar mereka menjadi istri kalian. Perihalnya sama dengan makna firman-Nya:

وَرَبُّكَ يَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَما يُعْلِنُونَ

Dan Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa yang mereka nyatakan. (Al-Qashash: 69)

وَأَنَا أَعْلَمُ بِما أَخْفَيْتُمْ وَما أَعْلَنْتُمْ

Aku lebih mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian nyatakan. (Al-Mumtahanah: 1)

عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ

Allah mengetahui bahwa kalian akan menyebut-nyebut mereka. (Al-Baqarah: 235)

Yakni di dalam hati kalian. Maka Allah menghapus dosa dari kalian karena hal tersebut. Kemudian Allah Swt. berfirman:

وَلَكِنْ لَا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا

tetapi janganlah kalian mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia. (Al-Baqarah: 235)

Menurut Abu Mijlaz, Abu Sya'sa Jabir ibnu Zaid, Al-Hasan Al-Basri, Ibrahim An-Nakha'i, Qatadah, Ad-Dahhak, Ar-Rabi ibnu Anas, Sulai-man At-Taimi, Muqatil ibnu Hayyan, dan As-Saddi, makna yang dimaksud ialah zina. Dan ini adalah makna riwayat Al-Aufa dari Ibnu Abbas, dan Ibnu Jarir telah memilihnya;

Ali ibnu Abu Thalhah mengatakan dari Ibnu ‘Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Tetapi janganlah kalian mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia. (Al-Baqarah: 235) Yakni janganlah kamu katakan kepadanya, "Sesungguhnya aku cinta kepadamu. Berjanjilah kamu bahwa kamu tidak akan kawin dengan lelaki selainku," atau kalimat-kalimat lain yang semisal.

Hal yang sama diriwayatkan pula dari Sa'id ibnu Jubair, Asy-Sya'bi, Ikrimah, Abud Duha, Ad-Dahhak, Az-Zuhri, Mujahid, dan As-Sauri, yaitu bila si lelaki mengambil janji darinya agar dia tidak kawin dengan orang lain selain dirinya.

Mujahid, bahwa yang dimaksud dengan janji rahasia ialah ucapan seorang lelaki kepada wanita yang bersangkutan, "Janganlah engkau biarkan dirimu terlepas dariku, karena sesungguhnya aku akan mengawinimu."

Qatadah mengatakan, yang dimaksud ialah bila seorang lelaki mengambil janji dari seorang wanita yang masih berada dalam idah-nya, yang isinya mengatakan, "Janganlah kamu kawin dengan selainku nanti."

Maka Allah melarang hal tersebut dan melakukannya, tetapi dia menghalalkan lamaran dan ucapan secara makruf.

Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tetapi janganlah kalian mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia. (Al-Baqarah: 235) Yakni bila si lelaki mengawininya secara rahasia, sedangkan dia masih berada dalam idah. Lalu sesudah si wanita halal untuk kawin, barulah si lelaki itu mengumumkannya.

Akan tetapi, barangkali makna ayat tersebut lebih menyeluruh daripada semuanya itu. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:

إِلا أَنْ تَقُولُوا قَوْلا مَعْرُوفًا

kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf. (Al-Baqarah: 235)

Menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, As-Saddi, As-Sauri, dan Ibnu Zaid, makna yang dimaksud ialah apa yang sebelumnya diperbolehkan, yaitu melakukan lamaran secara sindiran, seperti ucapan, "Sesungguhnya aku berhasrat kepadamu," atau kalimat-kalimat lain yang semisal.

Muhammad ibnu Sirin mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ubaidah tentang makna firman-Nya: kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf. (Al-Baqarah: 235) Yaitu bila si lelaki berkata kepada wali si wanita, "Janganlah engkau mendahulukan orang lain daripada aku untuk memperolehnya," yakni aku mau mengawininya, beri tahukanlah aku lebih dahulu. (Ibnu Abu Hatim).

وَلا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ

Dan janganlah kalian ber-'azam (bertetap hati) untuk berakad nikah sebelum habis idahnya. (Al-Baqarah: 235) -Al-Kitab=idah-

Ibnu Abbas, Mujahid, Asy-Sya'bi, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, Abu Malik, Zaid ibnu Aslam, Muqatil ibnu Hayyan, Az-Zuhri, Ata Al-Khurrasani, As-Saddi, As-Sauri, dan Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sebelum habis masa idahnya. (Al-Baqarah: 235) Yakni janganlah kalian melakukan akad nikah sebelum idahnya habis.

Para ulama sepakat bahwa tidak sah melakukan akad nikah dalam masa idah. Tetapi mereka berselisih pendapat mengenai masalah seorang lelaki yang mengawini seorang wanita dalam idahnya, lalu si lelaki menggaulinya, kemudian keduanya dipisahkan. Maka apakah wanita tersebut haram bagi lelaki yang bersangkutan untuk selama-lamanya? Sehubungan dengan masalah ini ada dua pendapat di kalangan para ulama.

Jumhur ulama berpendapat bahwa si wanita tidak haram baginya, melainkan pihak lelaki boleh melamarnya kembali bila idah si wanita telah habis.

Imam Malik, bahwa wanita haram bagi pihak lelaki untuk selama-lamanya. Ia berpandangan demikian berdalilkan sebuah atsar yang diriwayatkan dari Ibnu Syihab dan Sulaiman ibnu Yasar yang menceritakan bahwa Khalifah Umar r.a. pernah mengatakan, 'Wanita mana pun yang melakukan perkawinan di dalam idahnya, jika suami yang kawin dengannya belum menggaulinya, maka keduanya dipisahkan, lalu si wanita melakukan sisa idah dari suaminya pertama, sedangkan si lelaki dianggap sebagai salah seorang pelamarnya. Akan tetapi, jika suaminya yang baru ini telah menggaulinya, maka keduanya dipisahkan, lalu si wanita menjalani sisa idah dari suami pertamanya, setelah itu ia harus melakukan idah lagi dari suaminya yang kedua. Setelah selesai, maka si wanita haram bagi lelaki tersebut untuk selama-lamanya."

Mereka mengatakan, diputuskan demikian mengingat ketika si suami mempercepat masa tangguh yang telah ditetapkan oleh Allah, maka ia dihukum dengan hal yang kebalikan dari niatnya, untuk itu si wanita diharamkan atas dirinya untuk selama-lamanya. Perihalnya sama dengan seorang pembunuh yang diharamkan dari hak mewaris (harta peninggalan si terbunuh).

Imam Syafi’i meriwayatkan asar ini dari Imam Malik. Imam Baihaqi mengatakan bahwa kemudian Imam Syafi’i di dalam qaul jadid-nya merevisi pendapat yang telah ia katakan dalam qaul qadim-nya.. Karena ada pendapat yang mengatakan bahwa si wanita halal bagi lelaki tersebut. Menurut hemat saya, kemudian asar ini hanya sampai pada Ibnu Umar. As-Sauri telah meriwayatkan dari Asy'as, dari Asy-Sya'bi, dari Masruq, bahwa Khalifah Umar r.a. menarik kembali keputusannya itu, lalu menjadikan bagi pihak wanita maskawinnya, kemudian menjadikan keduanya dapat bersatu lagi.

وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ

Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hati kalian; maka takutlah kepada-Nya. (Al-Baqarah: 235)

Allah memperingatkan mereka tentang apa yang ada di dalam hati mereka menyangkut masalah wanita, dan memberikan bimbingan kepada mereka agar menyembunyikan niat yang baik dan menjauhi keburukan. Kemudian Allah tidak membuat mereka berputus asa dari rahmat-Nya dan ampunan-Nya.

وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ

Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (Al-Baqarah: 235)

"والله أعلم بالصواب

Admin
Saya Zeni Nasrul, lahir di Bandung 05 Mei 1986. Puisi adalah bacaan yang menarik bagi saya, karena puisi dapat menghantarkan dari imaginasi yang tinggi untuk menyampaikan apapun yang terjadi dan terlihat di ukir dengan rangkaian kata yang dalam, sehingga dapat membawa pembacanya kedalam lubuk hati yang terdalam.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter