TA’RID MEMINANG PEREMPUAN DALAM MASA ‘IDDAH
(Ditinggal Mati dan Thalaq Ba’in)
Rabu,
27 Desember 2023
وَلا جُنَاحَ
عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ
فِي أَنْفُسِكُمْ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَكِنْ لَا
تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلا أَنْ تَقُولُوا قَوْلا مَعْرُوفًا وَلا تَعْزِمُوا
عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ
اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ
غَفُورٌ حَلِيمٌ
Dan tidak ada
dosa bagi kalian meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kalian
menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hati kalian. Allah mengetahui
bahwa kalian akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kalian
mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar
mengucapkan (kepada mereka) perkara yang makruf. Janganlah kalian ber-'azam
(bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis idahnya. Dan ketahuilah
bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hati kalian; maka takutlah
kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS.
Al-Baqarah : 235)
وَلا جُنَاحَ
عَلَيْكُمْ
Dan tidak ada
dosa bagi kalian. (Al-Baqarah:
235)
Beberapa ta’rid
(sindiran) seorang lelaki terhadap perempuan yang masih dalam masa ‘iddah, As-Sauri,
Syu'bah,dan Ibnu Jarir serta lain-lainnya meriwayatkan dari Mansur, dari
Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Tidak ada dosa bagi
kalian meminang wanita-wanita itu dengan sindiran. (Al-Baqarah: 235)
- "Sesungguhnya aku ingin kawin, dan sesungguhnya aku ingin mengawini
seorang wanita yang anu dan anu sifatnya,"
- "Aku ingin bila Allah memberiku rezeki (mengawinkan aku) dengan seorang
wanita,"
- "Sesungguhnya aku tidak ingin kawin dengan seorang wanita selainmu,
insya Allah."
- "Sesungguhnya aku berharap dapat menemukan seorang wanita yang
saleh."
Imam Bukhari
meriwayatkan secara ta'liq. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan
kepadanya Talq ibnu Ganam, dari Zaidah, dari Mansur, dari Mujahid, dari Ibnu
Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Dan tidak ada dosa bagi kalian meminang
wanita-wanita itu dengan sindiran. (Al-Baqarah: 235) Yang dimaksud dengan
sindiran ialah bila seseorang lelaki mengatakan, "Sesungguhnya aku ingin
kawin. Sesungguhnya wanita benar-benar merupakan hajatku. Aku berharap semoga
dimudahkan untuk mendapat wanita yang saleh."
Mujahid, Tawus,
Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Ibrahim An-Nakha'i, Asy-Sya'bi, Al-Hasan, Qatadah,
Az-Zuhri, Yazid ibnu Qasit, Muqatil ibnu Hayyan, dan Al-Qasim ibnu Muhammad
serta sejumlah ulama Salaf dan para imam sehubungan dengan masalah ta'rid
atau sindiran ini. Mereka mengatakan, boleh melakukan pinangan secara sindiran
kepada wanita yang ditinggal mati oleh suaminya.
Hal yang sama
berlaku pula terhadap wanita yang ditalak bain, yakni boleh melamarnya
dengan kata-kata sindiran, seperti yang telah dikatakan oleh Nabi Saw. kepada
Fatimah binti Qais ketika diceraikan oleh suaminya Abu Amr ibnu Hafs dalam
talak yang ketiga. Nabi Saw. terlebih dahulu memerintahkan Fatimah binti Qais
untuk melakukan idahnya di dalam rumah Ibnu Ummi Maktum, lalu bersabda
kepadanya:
"فَإِذَا حَلَلْت
فَآذِنِينِي". فَلَمَّا حلَّتْ خَطَبَ عَلَيْهَا أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ
مَوْلَاهُ، فزَوّجها إِيَّاهُ
Apabila kamu
telah halal (boleh nikah), maka beri tahulah aku. Ketika masa idah Fatimah binti Qais telah
habis, maka ia dilamar oleh Usamah ibnu Zaid (pelayan Nabi Saw.), lalu Nabi
Saw. mengawinkan Fatimah binti Qais dengan Usamah.
Wanita yang
diceraikan, tidak ada perselisihan pendapat di kalangan ulama, bahwa tidak
boleh bagi selain suaminya melakukan lamaran secara terang-terangan, tidak
boleh pula secara sindiran.
أَوْ
أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ
atau kalian
menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hati kalian. (Al-Baqarah: 235)
Yakni kalian
memendam keinginan untuk melamar mereka menjadi istri kalian. Perihalnya sama
dengan makna firman-Nya:
وَرَبُّكَ
يَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَما يُعْلِنُونَ
Dan Tuhanmu
mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa yang mereka
nyatakan. (Al-Qashash:
69)
وَأَنَا
أَعْلَمُ بِما أَخْفَيْتُمْ وَما أَعْلَنْتُمْ
Aku lebih
mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian nyatakan. (Al-Mumtahanah: 1)
عَلِمَ اللَّهُ
أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ
Allah
mengetahui bahwa kalian akan menyebut-nyebut mereka. (Al-Baqarah: 235)
Yakni di dalam
hati kalian. Maka Allah menghapus dosa dari kalian karena hal tersebut.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
وَلَكِنْ لَا
تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا
tetapi
janganlah kalian mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia. (Al-Baqarah: 235)
Menurut Abu
Mijlaz, Abu Sya'sa Jabir ibnu Zaid, Al-Hasan Al-Basri, Ibrahim An-Nakha'i,
Qatadah, Ad-Dahhak, Ar-Rabi ibnu Anas, Sulai-man At-Taimi, Muqatil ibnu Hayyan,
dan As-Saddi, makna yang dimaksud ialah zina. Dan ini adalah makna riwayat
Al-Aufa dari Ibnu Abbas, dan Ibnu Jarir telah memilihnya;
Ali ibnu Abu Thalhah
mengatakan dari Ibnu ‘Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Tetapi
janganlah kalian mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia.
(Al-Baqarah: 235) Yakni janganlah kamu katakan kepadanya, "Sesungguhnya
aku cinta kepadamu. Berjanjilah kamu bahwa kamu tidak akan kawin dengan lelaki
selainku," atau kalimat-kalimat lain yang semisal.
Hal yang sama
diriwayatkan pula dari Sa'id ibnu Jubair, Asy-Sya'bi, Ikrimah, Abud Duha,
Ad-Dahhak, Az-Zuhri, Mujahid, dan As-Sauri, yaitu bila si lelaki mengambil
janji darinya agar dia tidak kawin dengan orang lain selain dirinya.
Mujahid, bahwa
yang dimaksud dengan janji rahasia ialah ucapan seorang lelaki kepada wanita
yang bersangkutan, "Janganlah engkau biarkan dirimu terlepas dariku,
karena sesungguhnya aku akan mengawinimu."
Qatadah
mengatakan, yang dimaksud ialah bila seorang lelaki mengambil janji dari
seorang wanita yang masih berada dalam idah-nya, yang isinya mengatakan,
"Janganlah kamu kawin dengan selainku nanti."
Maka Allah
melarang hal tersebut dan melakukannya, tetapi dia menghalalkan lamaran dan
ucapan secara makruf.
Ibnu Zaid
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tetapi janganlah kalian
mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia. (Al-Baqarah: 235)
Yakni bila si lelaki mengawininya secara rahasia, sedangkan dia masih berada
dalam idah. Lalu sesudah si wanita halal untuk kawin, barulah si lelaki itu
mengumumkannya.
Akan tetapi,
barangkali makna ayat tersebut lebih menyeluruh daripada semuanya itu. Karena
itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:
إِلا أَنْ
تَقُولُوا قَوْلا مَعْرُوفًا
kecuali sekadar
mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf. (Al-Baqarah: 235)
Menurut Ibnu
Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, As-Saddi, As-Sauri, dan Ibnu Zaid, makna
yang dimaksud ialah apa yang sebelumnya diperbolehkan, yaitu melakukan lamaran
secara sindiran, seperti ucapan, "Sesungguhnya aku berhasrat
kepadamu," atau kalimat-kalimat lain yang semisal.
Muhammad ibnu
Sirin mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ubaidah tentang makna
firman-Nya: kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang
makruf. (Al-Baqarah: 235) Yaitu bila si lelaki berkata kepada wali si
wanita, "Janganlah engkau mendahulukan orang lain daripada aku untuk
memperolehnya," yakni aku mau mengawininya, beri tahukanlah aku lebih
dahulu. (Ibnu Abu Hatim).
وَلا تَعْزِمُوا
عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ
Dan janganlah
kalian ber-'azam (bertetap hati) untuk berakad nikah sebelum habis idahnya. (Al-Baqarah: 235) -Al-Kitab=idah-
Ibnu Abbas,
Mujahid, Asy-Sya'bi, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, Abu Malik, Zaid ibnu Aslam,
Muqatil ibnu Hayyan, Az-Zuhri, Ata Al-Khurrasani, As-Saddi, As-Sauri, dan Ad-Dahhak
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sebelum habis masa idahnya.
(Al-Baqarah: 235) Yakni janganlah kalian melakukan akad nikah sebelum idahnya
habis.
Para ulama
sepakat bahwa tidak sah melakukan akad nikah dalam masa idah. Tetapi mereka berselisih
pendapat mengenai masalah seorang lelaki yang mengawini seorang wanita dalam
idahnya, lalu si lelaki menggaulinya, kemudian keduanya dipisahkan. Maka apakah
wanita tersebut haram bagi lelaki yang bersangkutan untuk selama-lamanya?
Sehubungan dengan masalah ini ada dua pendapat di kalangan para ulama.
Jumhur ulama
berpendapat bahwa si wanita tidak haram baginya, melainkan pihak lelaki boleh
melamarnya kembali bila idah si wanita telah habis.
Imam Malik,
bahwa wanita haram bagi pihak lelaki untuk selama-lamanya. Ia berpandangan
demikian berdalilkan sebuah atsar yang diriwayatkan dari Ibnu Syihab dan
Sulaiman ibnu Yasar yang menceritakan bahwa Khalifah Umar r.a. pernah
mengatakan, 'Wanita mana pun yang melakukan perkawinan di dalam idahnya, jika
suami yang kawin dengannya belum menggaulinya, maka keduanya dipisahkan, lalu
si wanita melakukan sisa idah dari suaminya pertama, sedangkan si lelaki
dianggap sebagai salah seorang pelamarnya. Akan tetapi, jika suaminya yang baru
ini telah menggaulinya, maka keduanya dipisahkan, lalu si wanita menjalani sisa
idah dari suami pertamanya, setelah itu ia harus melakukan idah lagi dari
suaminya yang kedua. Setelah selesai, maka si wanita haram bagi lelaki tersebut
untuk selama-lamanya."
Mereka
mengatakan, diputuskan demikian mengingat ketika si suami mempercepat masa
tangguh yang telah ditetapkan oleh Allah, maka ia dihukum dengan hal yang
kebalikan dari niatnya, untuk itu si wanita diharamkan atas dirinya untuk
selama-lamanya. Perihalnya sama dengan seorang pembunuh yang diharamkan dari
hak mewaris (harta peninggalan si terbunuh).
Imam Syafi’i
meriwayatkan asar ini dari Imam Malik. Imam Baihaqi mengatakan bahwa kemudian
Imam Syafi’i di dalam qaul jadid-nya merevisi pendapat yang telah ia katakan
dalam qaul qadim-nya.. Karena ada pendapat yang mengatakan bahwa si wanita
halal bagi lelaki tersebut. Menurut hemat saya, kemudian asar ini hanya sampai
pada Ibnu Umar. As-Sauri telah meriwayatkan dari Asy'as, dari Asy-Sya'bi, dari
Masruq, bahwa Khalifah Umar r.a. menarik kembali keputusannya itu, lalu
menjadikan bagi pihak wanita maskawinnya, kemudian menjadikan keduanya dapat
bersatu lagi.
وَاعْلَمُوا
أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ
Dan ketahuilah
bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hati kalian; maka takutlah
kepada-Nya. (Al-Baqarah:
235)
Allah
memperingatkan mereka tentang apa yang ada di dalam hati mereka menyangkut
masalah wanita, dan memberikan bimbingan kepada mereka agar menyembunyikan niat
yang baik dan menjauhi keburukan. Kemudian Allah tidak membuat mereka berputus
asa dari rahmat-Nya dan ampunan-Nya.
وَاعْلَمُوا
أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ
Dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (Al-Baqarah: 235)
"والله أعلم بالصواب
Post a Comment
Post a Comment