Pixabay/Ulleo |
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ الْلَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا دُبِغَ الْإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
وَعِنْدَ الْأَرْبَعَةِ: ( أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ )
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : "Jika kulit binatang telah disamak maka ia menjadi suci." Diriwayatkan oleh Muslim.
Menurut riwayat Imam Empat: Kulit binatang apapun yang telah disamak (ia menjadi suci).
وَعَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْمُحَبِّقِ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ الْلَّهِ صلى الله عليه وسلم دِبَاغُ جُلُودِ الْمَيْتَةِ طُهُورُهاَ صَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ
Dari Salamah Ibnu al-Muhabbiq Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : "Menyamak kulit bangkai adalah mensucikannya." Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.
وَعَنْ مَيْمُونَةَ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: مَرَّ رَسُولُ الْلَّهِ صلى الله عليه وسلم بِشَاةٍ يَجُرُّونَهَا فَقَالَ: لَوْ أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا؟ فَقَالُوا: إِنَّهَا مَيْتَةٌ فَقَالَ: يُطَهِّرُهَا الْمَاءُ وَالْقَرَظُ أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ
Maimunah Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melewati seekor kambing yang sedang diseret orang-orang. Beliau bersabda: Alangkah baiknya jika engkau mengambil kulitnya. Mereka berkata: Ia benar-benar telah mati? Beliau bersabda : "Ia dapat disucikan dengan air dan daun salam." Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i.
Imam Ash Shan'ani di dalam kitab Subul as Salaam min syarhil bulughil maram menyebutkan 7 pendapat yang berkaitan dengan kulit hewan yang mati,
• Dapat mensucikan setiap kulit bangkai, baik pada bagian
dalam maupun luarnya dan tidak dikhususkan sesuatupun darinya. Hal ini berdasarkan zhahirnya hadits Ibnu Abbas dan yang semakna
dengannya. Pendapat ini diriwayatkan dari Ali Radhiyallahu Anhu dan Ibnu Mas'ud.
• Menyamak tidak dapat mensucikan sesuatu, ini adalah pendapat jumhur Al-Hadawiyah dan diriwayatkan dari sekelompok shahabat. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Asy-Syafii, Ahmad dan Al-Bukhari dalam Tarikhnya, dan perawi yang empat, Ad-Daraquthni, Al- Baihaqi dan Ibnu Hibban dari Abdullah bin Ukaim, ia berkata, telah datang kepada kami wasiat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebelum beliau meninggal dunia, "Bahwa janganlah kalian menggunakan sesuatu dari bangkai, baik dengan menyamak maupun dengan membalutnya."
Dalam riwayat Asy-Syafii, Ahmad dan Abi Dawud, "Satu bulan sebelum meninggalnya. "Dalam riwayat lain, "Satu atau dua bulan." At-Tirmidzi berkata, "Hasan. "Dan Ahmad berpendapat dengannya dan berkata, "Ini adalah pendapat terakhir dari dua pendapat, kemudian ia meninggalkannya."
Mereka berkata, "Hadits ini menasakh (menghapus) hadits Ibnu Abbas, karena menunjukkan haramnya menggunakan kulit bangkai dengan menyamak dan membalutnya."
Pendapat tadi dapat dijawab dengan beberapa alasan:
1. Bahwa hadits tersebut adalah hadits mudhtharib pada sanadnya, karena terkadang diriwayatkan dari para penulis Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan terkadang dari para syaikh dari Juhainah, dan terkadang pula dari orang yang membaca wasiat Nabi. Juga mudhtarib pada matannya, karena diriwayatkan dengan tanpa batasan dan inilah riwayat terbanyak, dan diriwayatkan dengan membatasi satu bulan, dua bulan, empat puluh hari ataupun tiga hari.
Kemudian juga memiliki cacat yaitu mursal, karena Abdullah bin Ukaim tidak mendengarnya dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, juga dengan keterputusan sanad, karena tidak didengarkan oleh Abdurrahman bin Abi Laila dari Ibnu Ukaim. Oleh karenanya, Ahmad meninggalkan pendapat ini setelah sebelumnya ia berpendapat dengannya, sebagaimana dikatakan oleh At-Tirmidzi.
2. Hadits tersebut tidak bisa untuk menasakh, karena hadits menyamak lebih shahih, sebab diriwayatkan oleh Muslim dan diriwayatkan dari beberapa jalan. Dan yang semakna dengannya ada beberapa hadits dari sekelompok shahabat.
Dari Ibnu Abbas ada dua hadits, dari Ummi Salamah ada tiga hadits, dari Anas ada dua hadits, dan hadits dari Salamah bin Al-Muhabbik, Aisyah, Al-Mughirah, Abi Umamah serta Ibnu Masud. Dan hadits yang menasakh (menghapus) harus terbukti diucapkan terakhir, sementara tidak ada dalil bahwa hadits Ibnu Ukaim lebih terakhir. Dan riwayat yang menyebutkan satu atau dua bulan ada cacat padanya, maka tidak dapat dijadikan sebagai hujjah untuk menasakh, meskipun riwayat dengan membatasinya tadi shahih, namun tidak secara otomatis menunjukkan bahwa itulah yang terakhir dari keduanya.
Tidak dapat dikatakan, jika tidak terjadi nasakh maka dua hadits tadi bertentangan, yaitu hadits Ibnu Ukaim dan hadits Ibnu Abbas dan yang menyertainya. Meskipun bertentangan, maka harus ditarjih atau didiamkan, karena kami mengatakan, tidak ada pertentangan kecuali jika keduanya sama. Sementara di sini tidak demikian, karena hadits Ibnu Abbas shahih dan banyaknya para perawi yang menyertainya, dan hal itu tidak terdapat pada riwayat Ibnu Ukaim.
3. Bahwa 'al-ihaabu' sebagaimana yang telah Anda ketahui dari Al-Qamus dan An-Nihayah adalah nama bagi kulit yang belum disamak, menurut salah satu dari dua pendapat. An-Nadhar bin Syumail berkata, "Ihab adalah nama bagi yang belum disamak dan setelah disamak namanya, syannun (geriba yang sudah lusuh) atau qirbah (geriba adalah tempat air atau susu yang terbuat dari kulit), dan ini yang ditegaskan oleh Al-Jauhari."
Ada yang mengatakan, karena mengandung makna kedua hal tersebut, maka diriwayatkanlah dua hadits yang bertentangan yang kami kompromikan antara keduanya, bahwa dilarang menggunakan kulit yang belum disamak, dan jika telah disamak tidak dinamakan lagi ihab, maka tidak termasuk yang terlarang, dan ini pendapat yang baik.
• Dapat mensucikan kulit setiap hewan yang dapat dimakan, sedangkan kulit hewan yang tidak bisa dimakan tidak bisa disamak. Hal ini bertentangan dengan keumuman hadits, "Kulit apa saja.”
• Dapat mensucikan semua hewan kecuali babi, karena babi tidak memiliki kulit, ini adalah madzhab Abu Hanifah.
• Dapat mensucikan kecuali babi, berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Karena sesungguhnya semua itu kotor," (QS. Al-An'am: 145), kata ganti yang tersebut dalam menunjukkan babi, maka dihukumi dengan najisnya semua anggota badannya, dan anjing diqiaskan kepadanya karena sama-sama najis, ini adalah pendapat Asy-Syafii.
• Dapat mensucikan semuanya, akan tetapi hanya bagian luarnya dan tidak dapat mensucikan bagian dalamnya. Sehingga dapat digunakan untuk benda-benda yang kering selain yang cair. Boleh shalat di atasnya dan tidak boleh shalat pada bagian dalamnya. Pendapat ini diriwayatkan dari Malik, dengan memadukan antara hadits-hadits di atas, dengan demikian maka tidak terdapat pertentangan.
• Kulit bangkai dapat dimanfaatkan walaupun tidak disamak baik bagian luar maupun bagian dalamnya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari" dari riwayat Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melewati seekor bangkai kambing, lalu bersabda, "Tidakkah kalian memanfaatkan dengan menyamaknya?” Para shahabat menjawab, "Sesungguhnya ia itu bangkai. "Beliau bersabda, "Yang diharamkan hanyalah memakannya", ini adalah pendapat Az-Zuhri. Dan telah dijawab bahwa hadits tersebut bersifat mutlak, dan telah dibatasi oleh hadits-hadits menyamak yang telah lalu.
Wallahu a'lam bishshawaab
Post a Comment
Post a Comment