Abu Bakar Ash-Shiddiq - TRIK1804 --> -->

Abu Bakar Ash-Shiddiq

Post a Comment
Gambar : minanews.net

Abdullah bin Abu Quhafah (bahasa Arabعبد الله بن أبي قحافة‎; 572 – 23 Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H) atau yang lebih dikenal dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq (bahasa Arabأبو بكر الصديق‎), adalah salah satu pemeluk Islam awal, salah satu sahabat utama Nabi, dan khalifah pertama sepeninggal Nabi Muhammad mangkat. Melalui putrinya, 'Aisyah, Abu Bakar merupakan ayah mertua Nabi Muhammad. Ash-Shiddiq yang merupakan julukan Nabi Muhammad kepada Abu Bakar merupakan salah satu gelar yang paling melekat padanya. Bersama ketiga penerusnya, Abu Bakar dimasukkan ke dalam kelompok Khulafaur Rasyidin.

Sebagai pemeluk awal Islam, Abu Bakar telah mengambil berbagai peran besar. Melalui ajakannya, Abu Bakar berhasil mengislamkan banyak orang yang di kemudian hari menjadi tokoh-tokoh penting dalam sejarah Islam, di antaranya adalah 'Utsman bin 'Affan yang kemudian menjadi khalifah ketiga. Abu Bakar juga turut serta dalam berbagai perang seperti Perang Badar (624 M/2 H) dan Perang Uhud (625 M/3 H). Kedekatan dan kesetiaannya pada Nabi Muhammad merupakan satu hal yang sangat melekat pada diri Abu Bakar, utamanya terlihat saat mendampingi Nabi Muhammad hijrah ke Madinah dan kepatuhannya dalam menerima keputusan Nabi dalam Perjanjian Hudaibiyah, meski banyak sahabat Nabi kala itu tidak menyepakati perjanjian tersebut karena dipandang berat sebelah.

Abu Bakar dinyatakan sebagai khalifah sepeninggal Nabi Muhammad ﷺ. Abu Bakar menjadi khalifah pertama umat Islam yang menjadi awal dari Kekhalifahan Rasyidin. Masa kekuasaannya yang singkat, dipusatkan pada pemadaman pemberontakan suku-suku Arab yang menolak tunduk pada Abu Bakar.[1] Dalam memerintah, Abu Bakar berusaha mengeluarkan kebijakan yang tidak berbeda dengan Nabi Muhammad, seperti penolakannya untuk mencopot Khalid bin Walid dari kedudukannya sebagai panglima.

Nama dan silsilah

Nama lahir Abu Bakar adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Nabi menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Nabi memberinya gelar yaitu Ash-Shiddiq (artinya 'yang berkata benar') setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra Mi'raj yang diceritakan Nabi kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq"

Nama lengkapnya adalah 'Abdullah bin 'Utsman bin Amir bin Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Quraisy. Bertemu nasabnya dengan nabi pada kakeknya bernama Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay dan ibu dari Abu Bakar adalah Ummu al-Khair Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim yang berarti ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah Bani Taim.

Kehidupan awal Abu Bakar

Abu Bakar lahir di kota Mekah sekitar tahun 573, dari keluarga kaya dalam Bani Taim.[2] Ayah Abu Bakar bernama Uthman Abu Quhafa (panggilan Abu Quhafa) dan ibunya bernama Salma binti Sakhar (panggilan Umm-ul-Khair). Abu Bakar menghabiskan masa kecilnya seperti anak Arab pada zaman itu di antara suku Badui yang menyebut diri mereka dengan nama Ahl-i-Ba'eer atau rakyat unta. Pada masa kecilnya, Abu Bakar sering sekali bermain dengan dengan unta dan kambing, dan kecintaannya terhadap unta inilah yang memberinya nama "Abu Bakar" yang berarti, bapaknya unta.[3]

Ketika umurnya berusia 10 tahun, Abu Bakar pergi ke Suriah bersama ayahnya dengan kafilah dagang. Nabi Muhammad yang pada saat itu berusia 12 tahun juga bersama kafilah tersebut. Pada tahun 591, Abu Bakar yang pada saat itu berusia 18 tahun pergi untuk berdagang, berprofesi sebagai pedagang kain yang memang sudah menjadi bisnis keluarga. Dalam tahun-tahun mendatang Abu Bakar sering sekali bepergian dengan kafilahnya. Perjalanan bisnis membawanya ke Yaman, Suriah dan beberapa tempat lainnya. Perjalanan bisnis inilah yang membuatnya semakin kaya dan semakin berpengalaman dalam berdagang.

Bisnisnya semakin berkembang, mempengaruhi status sosial Abu Bakar. Meskipun ayahnya Uthman Abu Quhafa masih hidup, Abu Bakar diakui sebagai kepala sukunya. Seperti anak-anak lain dari keluarga pedagang Mekah yang kaya, Abu Bakar adalah orang terpelajar (bisa menulis dan membaca) dan dia menyukai puisi. Abu Bakar biasanya menghadiri pameran tahunan di Ukaz dan ikut berpatisipasi dalam simposium puitis. Ia memiliki ingatan yang bagus dan pemahaman yang baik mengenai silsilah atau asal usul suku-suku Arab, sejarah dan juga politik mereka.[4]

Sebuah cerita ketika Abu Bakar masih kecil, ayahnya membawanya ke Ka'bah, dan meminta Abu Bakar berdoa kepada berhala. Setelah itu ayahnya pergi untuk mengurus urusan bisnis lainnya, meninggalkan Abu Bakar sendirian dengan berhala-berhala tersebut. Abu Bakar lalu berdoa kepada berhala, "Ya Tuhanku, aku sedang membutuhkan pakaian, berikanlah kepadaku pakaian". Berhala tersebut tetap acuh tak acuh tidak menanggapi permintaan Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar berdoa kepada berhala lainnya dan mengatakan "Ya Tuhanku, berikanlah aku makanan yang lezat, lihatlah aku sangat lapar". Berhala itu masih tidak memberikan jawaban apapun dan acuh tak acuh. Melihat permintaannya tidak dikabulkan, kesabaran Abu Bakar habis lalu mengangkat sebuah batu dan berkata kepada berhala tersebut. "Di sini saya sedang mengangkat batu dan akan mengarahkannya kepadamu, kalau kamu memang tuhan, maka lindungilah dirimu sendiri". Abu Bakar lalu melemparkan batu tersebut ke arah berhala dan meninggalkan Ka'bah. Setelah itu, Abu Bakar tidak pernah lagi datang ke Ka'bah untuk menyembah berhala-berhala di Ka'bah.[5]

Memeluk Islam

Setelah kembali dari perjalanan bisnis dari Yaman, Abu Bakar diberi tahu oleh teman-temannya bahwa ketika beliau tidak berada di Mekah, Muhammad menyatakan dirinya bahwa beliau adalah seorang utusan Allah. Tabari, ahli sejarawan muslim yang paling terkenal, dalam Ta'rikhnya mengutip perkataan dari Muhammad Bin Sa'ad Bin Abi Waqqas, yang mengatakan:

Sunni dan semua muslim Shi'a mempertahankan pendapat mereka bahwa orang kedua yang secara terang-terangan menerima Muhammad sebagai utusan Allah adalah Ali bin Abi Thalib, dan orang yang pertama adalah Khadijah.[7]

Ibnu Katsir dalam bukunya Al-Bidayah wan Nihayah memiliki pendapat yang berbeda dengan pendapat di atas. Dia berpendapat bahwa wanita yang pertama kali masuk Islam adalah KhadijahZaid bin Haritsah adalah budak pertama yang masuk Islam. Ali bin Abi Thalib adalah anak kecil pertama yang masuk islam karena pada waktu ia masuk Islam, Ali belum dewasa pada waktu itu. Adapun laki-laki dewasa yang bukan budak yang pertama kali masuk islam yaitu Abu Bakar.[8]

Dalam kitab Hayatussahabah, dituliskan bahwa Abu Bakar masuk Islam setelah diajak oleh Muhammad. Diriwayatkan oleh Abu Hasan Al-Athrabulusi dari Aisyah, ia berkata:

Abu Bakar lalu mendakwahkan ajaran Islam kepada Utsman bin AffanThalhah bin UbaidillahZubair bin AwwamSa'ad bin Abi Waqas dan beberapa tokoh penting dalam Islam lainnya.[9][10]

Kehidupan setelah masuk Islam

Istri pertama Abu Bakar yang bernama Qutaylah bint Abd-al-Uzza tidak menerima agama Islam lalu Abu Bakar menceraikannya. Istrinya yang lain yang bernama Ummi Ruman menjadi mualaf. Semua anak Abu Bakar menerima agama Islam kecuali Abdurrahman bin Abi Bakar sehingga membuat mereka berpisah, walaupun pada akhirnya Abdurrahman kelak menjadi seorang Muslim setelah Perjanjian Hudaibiyyah.

Masuk Islamnya Abu Bakar membuat banyak orang masuk Islam. beliau membujuk teman dekatnya untuk masuk Islam sehingga banyak temannya menerima ajakan tersebut.[11][12]

Ciri Fisik

Beliau berkulit putih, bertubuh kurus, berambut lebat, tampak kurus wajahnya, dahinya muncul, dan ia sering memakai hinaa dan katm.

Masa bersama Nabi

Ketika Muhammad menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, ia pindah dan hidup bersama Abu Bakar. Saat itu Muhammad menjadi tetangga Abu Bakar. Sejak saat itu mereka berkenalan satu sama lainnya. Mereka berdua berusia sama dan hanya berselisih 2 tahun 1 bulan lebih muda daripada muhammad, pedagang dan ahli berdagang.

Penyiksaan oleh suku Quraisy

Sebagaimana yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia juga mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih memeluk agama nenek moyang mereka. Namun, penyiksaan terparah dialami oleh mereka yang berasal dari golongan budak. Sementara para pemeluk non budak biasanya masih dilindungi oleh para keluarga dan sahabat mereka, para budak disiksa sekehendak tuannya. Hal ini mendorong Abu Bakar membebaskan para budak tersebut dengan membelinya dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan. Salah seorang budak yang dibelinya lalu kemudian dibebaskan adalah Bilal bin Rabah.

Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar juga terikat dengan Nabi Muhammad secara kekeluargaan. Anak perempuannya, Aisyah menikah dengan Nabi Muhammad beberapa saat setelah Hijrah.

Selama masa sakit Rasulullah saat menjelang wafat, dikatakan bahwa Abu Bakar ditunjuk untuk menjadi imam salat menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Bahkan 'pun setelah Nabi SAW telah meninggal dunia, Abu Bakar Ash-Shiddiq dianggap sebagai sahabat Nabi yang paling tabah menghadapi meninggalnya Nabi SAW ini. Segera setelah kematiannya, dilakukan musyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Tsaqifah bani saidah yang terletak di Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin baru umat Islam atau khalifah Islam pada tahun 632 M.

Apa yang terjadi saat musyawarah tersebut menjadi sumber perdebatan. Penunjukan Abu Bakar sebagai khalifah adalah subyek kontroversial dan menjadi sumber perpecahan pertama dalam Islam, di mana umat Islam terpecah menjadi kaum Sunni dan Syi'ah. Di satu sisi kaum Syi'ah percaya bahwa seharusnya Ali bin Abi Thalib (menantu nabi Muhammad) yang menjadi pemimpin dan dipercayai ini adalah keputusan Rasulullah sendiri, sementara kaum suni berpendapat bahwa Rasulullah menolak untuk menunjuk penggantinya. Kaum sunni berargumen bahwa Muhammad mengedepankan musyawarah untuk penunjukan pemimpin. Sementara muslim syi'ah berpendapat bahwa nabi dalam hal-hal terkecil seperti sebelum dan sesudah makan, minum, tidur, dan lain-lain, tidak pernah meninggal umatnya tanpa hidayah dan bimbingan apalagi masalah kepemimpinan umat terahir. Banyak hadits yang menjadi Referensi dari kaum Sunni maupun Syi'ah tentang siapa khalifah sepeninggal rasulullah. Terlepas dari kontroversi dan kebenaran pendapat masing-masing kaum tersebut, Ali sendiri secara formal menyatakan kesetiaannya (berbai'at) kepada Abu Bakar dan dua khalifah setelahnya (Umar bin Khattab dan Usman bin Affan). Kaum sunni menggambarkan pernyataan ini sebagai pernyataan yang antusias dan Ali menjadi pendukung setia Abu Bakar dan Umar. Sementara kaum syi'ah menggambarkan bahwa Ali melakukan baiat tersebut secara pro forma, mengingat ia berbaiat setelah sepeninggal Fatimah istrinya yang berbulan bulan lamanya dan setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup diri dari kehidupan publik.

Perang Riddah

Segera setelah suksesi Abu Bakar, beberapa masalah yang mengancam persatuan dan stabilitas komunitas dan negara Islam saat itu muncul. Beberapa suku Arab yang berasal dari daerah Hijaz dan Najd membangkang kepada khalifah baru dan sistem yang ada. Beberapa di antaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam secara utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lamanya yakni penyembahan berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya memiliki komitmen dengan Nabi Muhammad dan dengan kematiannya komitmennya tidak berlaku lagi. Berdasarkan hal ini Abu Bakar menyatakan perang terhadap mereka yang dikenal dengan nama perang Riddah. Dalam perang Ridda peperangan terbesar adalah memerangi "Ibnu Habi al-Hanafi" yang lebih dikenal dengan nama Musailamah al-Kazzab (Musailamah si pendusta), yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru menggantikan Nabi Muhamad. Pasukan Musailamah kemudian dikalahkan pada pertempuran Akraba oleh Khalid bin Walid. Sedangkan Musailamah sendiri terbunuh di tangan Wahsyi, seorang mantan budak yang dibebaskan oleh Hindun binti Utbah istri Abu Sufyan karena telah berhasil membunuh Hamzah Singa Allah dalam Perang Uhud. Wahsyi kemudian bertaubat dan memeluk agama Islam serta mengakui kesalahannya atas pembunuhan terhadap Hamzah paman nabi Muhammad. Wahsyi pernah berkata, "Dahulu aku membunuh seorang yang sangat dicintai Rasulullah (Hamzah) dan kini aku telah membunuh orang yang sangat dibenci rasulullah (yaitu nabi palsu Musailamah al-Kazab)."

Ekspedisi ke utara

Setelah menstabilkan keadaan internal dan secara penuh menguasai jazirah Arab, Abu Bakar memerintahkan para jenderal Islam melawan kekaisaran Bizantium dan Kekaisaran Sassanid. Khalid bin Walid menaklukkan Irak dengan mudah sementara ekspedisi ke daerah Suriah juga meraih sukses.

Qur'an

Abu Bakar juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Qur'an. Dikatakan bahwa setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah al-kadzdzab dalam perang Riddah atau juga dikenal dengan perang yamamah, banyak para penghafal Al Qur'an yang terbunuh dalam pertempuran. Umar lantas meminta Abu Bakar untuk mengumpulkan koleksi dari Al Qur'an. oleh sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, dikumpulkan lembaran al-Qur'an dari para penghafal al-Qur'an dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya,setelah lengkap penulisan ini maka kemudian disimpan oleh Abu Bakar. setelah Abu Bakar meninggal maka disimpan oleh Umar bin Khaththab dan kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar dan juga istri dari Nabi Muhammad. Kemudian pada masa pemerintahan Usman bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks al-Qur'an yang dikenal saat ini.

Kematian

Abu Bakar meninggal pada tanggal 23 Agustus 634 di kota Madinah karena sakit yang dideritanya pada usia 61 tahun. Abu Bakar dimakamkan di rumah putrinya Aisyah di dekat Masjid Nabawi, di samping makam Nabi Muhammad.

Keluarga

Orangtua

Ayah — 'Utsman bin 'Amir (540– Maret 635), juga dikenal dengan nama Abu Quhafah. Berasal dari Bani Taim. Abu Quhafah baru menganut Islam setelah penaklukkan Makkah. Dia meninggal beberapa bulan setelah mangkatnya Abu Bakar.[13](hlm.87)

Ibu — Salma binti Shakhar, juga dikenal dengan sebutan Ummu al-Khair. Salma merupakan sepupu Abu Quhafah dan juga berasal dari Bani Taim. Salma termasuk orang yang telah masuk Islam sebelum Nabi Muhammad hijrah dan yang mendatangi kediaman Arqam.[14][15] Dia meninggal pada masa kekhalifahan putranya.[16]

Pasangan

  • Qutailah binti 'Abdul 'Uzza. Dia berasal dari suku 'Amir bin Luayy, cabang suku Quraisy di Makkah.[17] Qutailah dan Abu Bakar bercerai beberapa saat setelah kelahiran putra mereka, 'Abdullah.[18]
  • Zainab binti 'Amir (meninggal 628), dikenal dengan sebutan Ummu Ruman. Dia berasal dari suku Al-Harits, cabang Bani Kinanah.[19] Dia menikah dengan Abu Bakar setelah kematian suami pertamanya, Harits bin Sakhbarah dari Bani Azad.[17]
  • Asma binti 'Umays. Secara keseluruhan, Asma menikah tiga kali. Sebelumnya Asma adalah istri Ja'far bin Abi Thalib. Setelah Ja'far meninggal pada tahun 629, Asma menikah dengan Abu Bakar. Setelah Abu Bakar meninggal, Asma mendapat tunjangan sebesar 1.000 dirham pada masa Khalifah 'Umar in Khattab. Asma kemudian menikah dengan 'Ali bin Abi Thalib.
  • Habibah binti Kharijah. Berasal dari Bani Khazraj.

Putra

  • 'Abdullah (sekitar 610 – 633) — putra dari Qutailah. 'Abdullah sendiri adalah suami kedua 'Atikah. 'Abdullah meninggal lantaran luka yang dia dapat saat Pengepungan Tha'if hampir tiga tahun sebelumnya. Dia menikah dengan 'Atikah binti Zaid, seorang pujangga dari Bani 'Adi.
  • 'Abdurrahman (meninggal 666) — putra dari Ummu Ruman. 'Abdurrahman masuk Islam setelah penaklukkan Makkah.
  • Muhammad (631–658) — putra dari Asma. Menjadi anak angkat dari ayah tirinya, 'Ali bin Abi Thalib.

Putri

  • Asma (sekitar 595 – 692) — putri dari Qutailah. Saat ayahnya dan Nabi Muhammad bersembunyi di Gua Tsur, Asma menyuplai makanan untuk mereka. Dari pernikahannya dengan Zubair bin 'Awwam, Asma memiliki seorang putra, Abdullah bin Zubair, yang menyatakan dirinya sebagai khalifah pada 683 sebagai saingan dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus.
  • Aisyah (613/614 – 678) — putri dari Ummu Ruman. Bergelar ummul mu'minin sebagai istri ketiga Nabi Muhammad.
  • Ummu Kultsum — putri dari Habibah. Menikah dengan Thalhah bin 'Ubaidillah.

Rujukan

  1. ^ Zuhri, Muhammad (1989). Terjemah Tarakh al-Tasryi' al-Islami. Indonesia: Darul Ikhya.
  2. ^ Prof. Masud-Ul-Hasan. Sidiq-I-Akbar Hazrat Abu Bakr. hlm 1.
  3. ^ Drissner, Gerald (2016). Islam for Nerds - 500 Questions and Answers. Berlin: createspace. hlm. 432. ISBN 978-1530860180.
  4. ^ Al-zarkali. "Al-A'alam". Dar Al'ilm Lil'malayeen. Edisi ke-15. Mei 2002.
  5. ^ Prof. Masud-Ul-Hasan. Sidiq-I-Akbar Hazrat Abu Bakr. hlm 2.
  6. ^ "Sixth Session, Tuesday night, 28th Rajab 1345 A.H." Al-Islam.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-02-26.
  7. ^ M. Th. Houtsma et al., eds., E.J. Brill's first Encyclopaedia of Islam, 1913–1936, Leiden: E. J. Brill, 8 vols. with Supplement (vol. 9), 1991. ISBN 90-04-09796-1
  8. ^ The Biography Of Abu Bakr As Siddeeq by Dr. Ali Muhammad As-Sallaabee (Published 2007)
  9. ^ al-Bidayah wa'an-Nihayah 3/26
  10. ^ Merriam-Webster's Encyclopedia of World Religions by Wendy Doniger ISBN 978-0-87779-044-0
  11. ^ "al-Bidayah wa'an-Nihayah 3/26" (dalam bahasa Inggris).
  12. ^ "Merriam-Webster's Encyclopedia of World Religions by Wendy Doniger ISBN 978-0-87779-044-0" (dalam bahasa Inggris).
  13. ^ Al-Suyuti, Jalal ad-Din. Tarikh al-Khulafa. Translated by Jarrett, H. S. (1881). The History of the Caliphs. Calcutta: The Asiatic Society.
  14. ^ Ibn Hajar. Al-Isaba, vol. 8.
  15. ^ Muhammad ibn Ishaq (1955). Sirat Rasul Allah (The Life of Muhammad). Oxford University Press. hlm. 117.
  16. ^ Ibn Hajar. Al-Isaba, vol. 4.
  17. ^ a b Muhammad ibn Saad, Tabaqat vol. 8. Translated by Bewley, A. (1995). The Women of Madina. London: Ta-Ha Publishers.
  18. ^ "Family Tree Abu bakr". Quran search online. Diakses tanggal 28 September 2012.
  19. ^ Muhammad ibn Jarir al-Tabari. Tarikh al-Rusul wa'l-Muluk. Translated by Landau-Tasseron, E. (1998). Biographies of the Prophet's Companions and Their Successors, pp. 171-172. Albany: State University of New York Press.

Sumber : id.wikipedia.com
Admin
Saya Zeni Nasrul, lahir di Bandung 05 Mei 1986. Puisi adalah bacaan yang menarik bagi saya, karena puisi dapat menghantarkan dari imaginasi yang tinggi untuk menyampaikan apapun yang terjadi dan terlihat di ukir dengan rangkaian kata yang dalam, sehingga dapat membawa pembacanya kedalam lubuk hati yang terdalam.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter