Dari Ibnu Umar RA: Sesungguhnya Nabi SAW bersabda, Rasulullah SAW melarang menjual Al kali dengan Al kali, maksudnya utang dengan utang. "((HR. Ishaq dan Al Bazzar) dengan sanad yang dha'if
Peringkat Hadits
Hadits di atas adalah hadits dha'if. Akan tetapi hadits tersebut termasuk ke dalam hadits yang permanen yang melarang jual beli secara menipu. Dan kedhaifannya, karena Musa bin Ubaidah sendirian saja dalam menerima hadits dari Nafi' dan Musa sendiri dha'if. Ahmad berkata, "Periwayatan dari Musa bin Ubaidah tidak sah dan aku tidak mengetahui bahwa hadits ini diriwayatkan oleh yang lainnya." Imam Asy-Syafi'i dan Al Baihaqi mendhaifkannya. Adz-Dzahabi berkata, "Para ulama mendhaifkannya." Al Hafizh berkata,"la dha'if."
Hadits ini, sekalipun sanadnya dha'if, tetapi umat Islam menerimanya sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Rifah. Penerimaan para ulama hadits ini sudah cukup ketimbang mencari sanad.
Para ulama sepakat bahwa tidak boleh menjual utang dengan utang. Imam Ahmad berkata, "Tidak ada hadits yang shahih di sini. Akan tetapi ijma' menyatakan bahwa tidak boleh menjual utang dengan utang."
Kosakata Hadits
Al Kali' bi Al Kali: Dikatakan di dalam An-Nihayah; An-Nasi'ah bi an nasi'ah. An-Nasi'ah adalah mengakhirkan (tempo).
Dikatakan di dalam Syarh Al Igna, "Maksudnya adalah menjual utangd engan utang secara mutlak."
Hal-Hal Penting dari Hadits
1. Jual beli Al Kali: Adalah jual beli utang dengan utang. Ibnu Al Mundzir berkata, "Berdasarkan ijma' ulama, maka tidak boleh menjual utang dengan utang." Al Wazir berkata, "Para ulama sepakat bahwa menjual utang dengan utang bathil hukumnya."
2. Menjual utang memiliki beberapa bentuk. Diantaranya: Menjual sesuatu yang merupakan tanggungan seseorang, yaitu bagi orang yang melakukannya secara tempo atau cash yang tidak diterima langsung. Menjual sesuatu yang merupakan tanggungan seseorang kepada orang lain secara tempo atau cash yang tidak diterima langsung. Menjadikan sesuatu yang merupakan tanggung jawabnya sebagai modal yang ia terima. Apabila dua orang saling berutang dengan jenis yang tidak sama seperti emas dengan perak lalu keduanya melakukan akad dan keduanya tidak membawa barang perniagaan tersebut. Seseorang membeli suatu barang yang pembayarannya sampai atas waktu tertentu.
Di saat jatuh tempo, ia tidak memiliki uangu ntuk melunasinya. Lalu si penjual berkata kepadanya, "Jual sajak kembali barang tersebut kepadaku secara tempo dengan diberikan kelebihan harga." Lalu si pembeli pertama menjualnyadan di antara keduanya tidak terjadi serah terima barang.
Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama Syaikhul Islam berkata, "Melakukan penukaran utang dengan utang yang lainnya -sekalipun utang dalam jual beli salam- dibolehkan menurut Imam Malik dan satu riwayat dari Ahmad. la mirip dengan dasar dari jual beli ini dan ini adalah pendapat yang shahih."
Pendapat yang benar adalah pendapat mayoritas ulama yang membolehkan menjual secara barter utang dari orang yang memilikinya, akan tetapi apabila ia menjualnya dengan sesuatu yang tidak dapat dijual lagi secara tempo, maka disyaratkan harus ada akad serah terima.
Syaikh Abdurrahman As-Sa'di berkata, "Pendapat yang shahih bahwa seluruh utang yang merupakan tanggung jawab seseorang boleh diberikan kompensasi, baik ia berupa utang jual beli salam atau yang lainnya, akan tetapi disyaratkan ada serah terima berdasarkan keumuman hadits riwayat Ibnu Umar,
"Kami menjual unta dengan uang dinar dan kami mengambil dari penjual unta tersebut uang beberapa dirham. Dan dengan uang beberapa dirham tersebut kami mengambil beberapa dinar. Kami bertanya kepada Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda, "Tidak mengapa engkau mengambil barang perniagaan dengan harga hari ini selagi keduanya belum berpisah dan di antara keduanya ada barang." (HR. Ahmad, 5959) berbeda dengan larangan yang dilakukan oleh para pengikut Imam Ahmad di dalam utang jual beli salam.
Post a Comment
Post a Comment