Dokument/Admin |
TRIK1804-Mengangkat tangan yang disertai takbir merupakan
bagian dari rukun shalat yang sudah semestinya dilakukan berdasarkan pada keterangan
yang bersumber dari dalil yang shahih dan sharih.
Dalam permasalahan ini maka takbir itu dibagi pada dua
bagian, yaitu:
- - Takbiratul
Ihram
Takbiratul Ihram adalah takbir yang
dilakukan di permulaan shalat sambal mengangkat tangan dengan mebaca Allahu
Akbar.
- - Takbir
Intiqal
Takbir Intiqal adalah takbir yang
dilakukan sebagai bagian dari amalan untuk mengantarkan dari satu gerakan kepada
Gerakan selanjutnya didalam shalat.
Sebagaimana Rasulullah saw. amalkan dalam hadits berikut;
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - إذَا قَامَ إلَى الصَّلَاةِ يُكَبِّرُ حِينَ يَقُومُ، ثُمَّ يُكَبِّرُ
حِينَ يَرْكَعُ ثُمَّ يَقُولُ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ حِينَ يَرْفَعُ
صُلْبَهُ مِنْ الرُّكُوعِ، ثُمَّ يَقُولُ وَهُوَ قَائِمٌ رَبَّنَا وَلَك الْحَمْدُ
ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَهْوِي سَاجِدًا، ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَرْفَعُ
رَأْسَهُ، ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَسْجُدُ، ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَرْفَعُ، ثُمَّ
يَفْعَلُ ذَلِكَ فِي الصَّلَاةِ كُلِّهَا، وَيُكَبِّرُ حِينَ يَقُومُ مِنْ
اثْنَتَيْنِ بَعْدَ الْجُلُوسِ.» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari Abu Hurairah RA berkata, “Jika
Rasulullah SAW berdiri untuk shalat, beliau membaca takbir saat berdiri,
kemudian membaca takbir saat ruku’ kemudian membaca ‘Allah Maha Mendengarkan
orang-orang yang memuji-Nya’, ketika beliau menegakkan tulang punggungnya
dari ruku’ kemudian saat berdiri beliau membaca, “Ya Tuhan kami, bagi-Mulah
segala pujian’. Kemudian beliau membaca takbir saat mengangkat kepalanya,
kemudian membaca takbir saat ketika bersujud, kemudian membaca takbir saat
bangun, lalu beliau melakukan semua pada setiap shalatnya, beliau juga membaca
takbir saat berdiri setelah duduk dari dua rakaat.” [Shahih: Al Bukhari 803, Muslim 392]
Penerangan Kalimat
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, "Jika Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam berdiri untuk shalat, beliau membaca takbir (yakni takbiratul
ihram) saat berdiri (menunjukkan bahwa beliau tidak melakukan apapun sebelum
membaca takbir) kemudian membaca takbir saat ketika ruku' (takbir perpindahan
gerakan) kemudian membaca, 'Allah Maha mendengarkan orang-orangyang memuji-Nya
(yakni Allah menjawab orang-orang yang memuji-Nya, sesungguhnya orang yang memuji
Allah dengan mengharapkan pahala dari-Nya maka Allah akan menjawabnya, sehingga
tepatlah untuk diucapkan setelah itu, "Ya Tuhan kami, bagi-Mu lah segala
pujian ") ketika beliau menegakkan tulang punggungnya dari ruku' (inilah
yang beliau lakukan saat bangun dari ruku') kemudian saat berdiri beliau
membaca, 'Ya Tuhan kami, bagi-Mu lah segala pujian.' (yakni Ya Tuhan kami,
kami mentaati-Mu dan memuji-Mu, dan di dalam Bulughul Maraam disebutkan
bacaan tanpa (wa) sehingga menjadi (rabana lakal hamdu) kemudian
beliau membaca takbir saat turun untuk bersujud (yakni takbir perpindahan) kemudian
membaca takbir saat mengangkat kepalanya (dari sujud pertama) kemudian
membaca takbir saat ketika bersujud (yang kedua) kemudian membaca takbir
saat bangun (dari sujud kedua, semua takbir ini adalah takbir perpindahan) lalu
beliau melakukan semua (yakni semua yang telah disebutkan kecuali
takbiratul ihram) pada setiap shalatnya (yakni setiap rakaat) beliau
juga membaca takbir saat berdiri setelah duduk dari dua rakaat (yakni
tasyahhud pertama).
Penjelasan Teantang Hadits
Hadits ini menunjukkan disyariatkannya hal-hal yang telah disebutkan di dalam
hadits ini, yang pertama ialah takbiratul ihram. Dalil yang menunjukkan bahwa
hukum takbiratul ihram adalah wajib, telah diterangkan pada kesempatan
terdahulu. Sedangkan takbir-takbir yang lain kadang ditinggalkan oleh para
penguasa dari Bani Umayyah, karena mereka menganggap bahwa hal itu tidak begitu
penting. Namun takbir-takbir tersebut selalu diamalkan oleh umat, baik ketika
mereka hendak merunduk maupun hendak bangkit. Pada setiap rakaat terdapat lima
takbir sebagaimana yang telah Anda ketahui dari hadits di atas. Dan pada shalat
yang terdiri dari tiga maupun empat rakaat ditambah dengan satu takbir, yaitu
takbir saat bangkit dari tasyahhud pertama, sehingga seluruh takbir pada shalat
wajib lima waktu berjumlah sembilan puluh empat takbir termasuk takbiratul
ihram, dan jika tanpa takbiratul ihram maka jumlahnya menjadi delapan puluh
sembilan takbir.
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah hukum takbir perpindahan. Ada yang
mengatakan bahwa hukumnya wajib. Diriwayatkan bahwa, pendapat ini adalah
pendapat Ahmad bin Hambal, berdasarkan kenyataan bahwa Rasulullah selalu
melakukannya, ditambah lagi bahwa beliau bersabda, "Shalatlah kalian
sebagaimana kalian melihat aku mengerjakan shalat"
Jumhur ulama berpendapat bahwa hukumnya adalah mandub, karena Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam tidak mengajarkannya kepada Al-Musii' shalatahu, Beliau
hanya mengajarkan takbiratul ihram. Padahal saat itu adalah waktu yang tepat
untuk menerangkan masalah tersebut jika memang hukumnya wajib. Karena
keterangan suatu hukum tidak boleh diakhirkan pada saat diperlukan.
Argumen ini dibantah, bahwasanya takbir perpindahan tersebut telah diriwayatkan
oleh Abu Dawud di hadits Al-Musii' shalatahu dari Rifa'ah bin Rafi',
disebutkan di dalam hadits tersebut, "Kemudian beliau mengucap, Allahu
Akbar' kemudian beliau ruku'." [Shahih: Abu Daud 857] Di dalam hadits
tersebut juga disebutkan bacaan beliau, "Sami'allahu liman
hamidah" juga takbir-takbir perpindahan yang lainnya.
Zhahir ungkapan hadits, beliau membaca takbir saat begini atau begitu.' Menunjukkan
bahwa ucapan tersebut beliau baca bersamaan dari gerakan tersebut, maka membaca
takbir disyariatkan pada permulaan memulai satu rukun. Sedangkan pendapat yang
mengatakan bahwa hendaklah takbir tersebut dipanjangkan dari awal gerakan
hingga akhir gerakan, sebagaimana yang disebutkan di dalam As-Syarh dan
yang lainnya, maka tidak ada faktor yang mendukung hal itu, namun hendaklah
bacaan tersebut dibaca secara wajar tanpa mengurangi atau melebihkannya.
Zhahir ungkapan hadits, "kemudian beliau membaca, 'Sami'allahu liman
hamidah, rabbanaa wa lakal hamdu"', menunjukkan bahwa bacaan tersebut
disyariatkan kepada setiap orang yang mengerjakan shalat baik sebagai imam
maupun sebagai makmum. Karena hadits tersebut hanya menceritakan cara shalat
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Walaupun bisa saja dipahami
bahwa hadits tersebut menceritakan saat beliau mengerjakan shalat sebagai imam.
Karena jika disebutkan kata shalat, maka secara otomatis kita akan memahaminya
sebagai shalat wajib, dan Rasulullah selalu mengerjakan shalat berjamaah, dan
tentulah beliau imamnya. Walaupun perkiraan ini benar, tetap saja imam atau
makmum harus mengerjakan semua yang disebutkan di dalam hadits di atas,
berdasarkan hadits, "Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku mengerjakan
shalat." Perintah ini berkenaan dengan semua orang yang mengerjakan
shalat baik sebagai imam maupun makmum, dan inilah pendapat As-Syafi'iiyyah.
Al-Hadawiyah berpendapat, bahwa menyuarakan takbir perpindahan dengan suara
yang terdengar, baik di dalam shalat sunnah maupun shalat wajib hanya
disyariatkan untuk orang yang mengerjakan shalat sebagai imam atau mengerjakan
shalat sendirian, sedangkan membaca 'Rabbanaa wa lakal hamdu' disyariatkan
kepada makmum, berdasarkan hadits,
إذَا قَالَ الْإِمَامُ: سَمِعَ
اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، فَقُولُوا: رَبَّنَا لَك الْحَمْدُ
"Jika imam mengucapkan,
'Sami'allahu liman hamidah' maka ucapkanlah: Rabbanaa lakal hamdu'."
[Shahih: Abu Daud 848]
Argumen ini dibantah, bahwasanya
hadits ini tidak bertentangan dengan hadits di atas, yakni makmum tetap bisa
mengucapkan, 'Sami'allahu liman hamidah'. Hadits ini hanya menyebutkan
bahwa makmum mengucapkan 'Rabbanaa lakal hamdu' setelah imam
mengucapkan, 'Sami'allahu liman hamidah', dan itulah yang terjadi, karena
imam akan mengucapkan 'Sami'allahu liman hamidah' saat ia bergerak untuk
bangkit, sedangkan makmum membaca 'Rabbanaa lakal hamdu' saat ia telah
berdiri dengan tegak. Maka kedua hadits ini bisa dikompromikan dengan
mengamalkan hadits pertama, yakni hadits nomor ini.
Namun saya mendapatkan Abu Dawud meriwayatkan dari As-Sya'bi, "Makmum
tidak mengucapkan 'Sami'allahu liman hamidah' di belakang imam, namun ia
membaca, ‘Rabbanaa lakal hamdu'." [Hasan Maqthu: Abu Daud 849]
Hanya saja hadits ini mauquf pada As-Sya'bi, sehingga tidak bisa menjadi
dalil.
At-Thahawi dan Ibnu Abdul Barr mengklaim telah terjadi ijma' bahwa makmum
membaca kedua bacaan tersebut.
Ada kelompok lain yang berpendapat, bahwa imam dan orang yang mengerjakan
shalat sendirian membaca kedua bacaan tersebut, sedangkan makmum hanya membaca,
Rabbanaa lakal hamdu', mereka berkata, "Yang sesuai dengan dalil
ialah, bahwa imam membaca kedua bacaan tersebut, karena imam dan orang yang
mengerjakan shalat sendirian hukumnya sama.
Sumber: Terjemah dari Kitab Subul
as-Salaam, Muhammad bin Isma’il bin Shalaah bin Muhammad al-Husny (al-Kahlany
as-Shan’ani)
Catatan: Tulisan ini hanya hasil terjemahan dari kitabnya, tanpa ada penambahan dalam pemahaman dari pejelasan hadits tersebut.
Post a Comment
Post a Comment