KAJIAN TAFSIR QURAN
SURAT AL-BAQARAH 220
PERWALIAN HARTA ANAK YATIM
PADEPOKAN PAK OOM SOLIHIN | Rabu, 21 Juni 2023
Oleh : Zeni Nasrul
فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْيَتَامَى قُلْ إِصْلاحٌ لَهُمْ خَيْرٌ وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ
فَإِخْوَانُكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ وَلَوْ شَاءَ
اللَّهُ لأعْنَتَكُمْ
Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya
kepadamu tentang anak yatim. Katakanlah, "Mengurus urusan mereka secara
patut adalah baik, dan jika kalian bergaul dengan mereka, maka mereka adalah
saudara kalian; dan Allah mengetahui siapa yang berbuat kerusakan dari yang
mengadakan perbaikan. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan
kesulitan kepada kalian." (Al-Baqarah: 220), hingga akhir ayat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Sufyan ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Ata ibnus
Saib, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya:
وَلا تَقْرَبُوا مَالَ
الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim,
kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat. (Al-An'am: 152, Al Isra: 34)
لَا تَأْكُلُوهَا
إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ
وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ
Dan janganlah kalian makan harta anak yatim
lebih dari kepatutan dan (janganlah kalian) tergesa-gesa (membelanjakan)
sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemeliharaan itu) mampu,
maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan
barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. (An-Nisa:
6)
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada sahabat Abu Zar:
"يَا أَبَا ذَرٍّ،
إِنِّي أَرَاكَ ضَعِيفًا، وَإِنِّي أُحِبُّ لَكَ مَا أُحِبُّ لِنَفْسِي: لَا
تَأَمَّرَن عَلَى اثْنَيْنِ، وَلَا تَوَلَّيَنَّ مَالَ يَتِيمٍ "
Hai Abu Zar, sesungguhnya aku melihat dirimu
orang yang lemah, dan sesungguhnya aku menyukai dirimu sebagaimana aku menyukai
diriku sendiri. Janganlah kamu menjadi pemimpin atas dua orang, dan jangan pula
kamu mengurus harta anak yatim.
إِنَّ الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ أَمْوالَ الْيَتامى ظُلْماً إِنَّما يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ
نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيراً
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta
anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan
mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (An-Nisa: 10)
Maka orang-orang yang memelihara anak yatim
memisahkan makanannya dengan makanan anak yatim. Begitu pula minumannya, ia
pisahkan antara milik sendiri dan milik anak yatim. Akhirnya banyak lebihan
makanan yang tak sempat dimakan, maka sisa tersebut ia simpan untuk dimakan di
lain waktu atau makanan itu menjadi basi. Hal tersebut terasa amat berat atas
diri mereka yang mempunyai anak-anak yatim, lalu mereka menceritakan perihalnya
kepada Rasulullah Saw. Maka turunlah firman-Nya: Dan mereka bertanya
kepadamu tentang anak yatim. Katakanlah, "Mengurus urusan mereka secara
patut adalah baik, dan jika kalian bergaul dengan mereka, maka mereka adalah
saudara kalian." (Al-Baqarah: 220) Akhirnya mereka berani mencampurkan
makanan mereka dengan makanan anak-anak yatim mereka, begitu pula minumannya.
Demikianlah menurut riwayat Abu Daud, Nasai, Ibnu
Abu Hatim, Ibnu Murdawaih, dan Al-Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui
berbagai jalur dari Ata ibnus Saib dengan lafaz yang sama.
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ali ibnu Abu
Talhah dari Ibnu Abbas r.a.
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh As-Saddi,
dari Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas; juga dari Murrah Al-Hamdani,
dari Ibnu Mas'ud r.a. dengan lafaz yang semisal.
Hal yang sama diriwayatkan pula bukan hanya oleh
seorang perawi saja mengenai asbabun nuzul ayat ini, antara lain seperti
Mujahid, Ata, Asy-Sya'bi, Ibnu Abu Laila, dan Qatadah; bukan pula hanya seorang
dari kalangan ulama Salaf dan ulama Khalaf.
Waki' ibnul Jarrah mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Hisyam (murid Ad-Dustiwa-i), dari Hammad, dari Ibrahim yang telah
mengatakan bahwa Siti Aisyah r.a. pernah mengatakan, "Sesungguhnya aku
tidak suka bila harta anak yatim yang ada dalam pemeliharaanku dipisahkan
secara menyendiri, melainkan aku mencampurkan makanannya dengan makananku dan
minumannya dengan minumanku."
Firman Allah Swt.:
قُلْ إِصْلاحٌ لَهُمْ
خَيْرٌ
Katakanlah, "Mengurus urusan mereka
secara patut adalah baik.” (Al-Baqarah: 220)
Makna yang dimaksud ialah memisahkannya secara
menyendiri.
وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ
فَإِخْوَانُكُمْ
Dan jika kalian bergaul dengan mereka, maka
mereka adalah saudara kalian. (Al-Baqarah: 220)
Artinya, bila kamu mencampurkan makananmu dengan
makanan mereka, begitu pula minumanmu dengan minuman mereka, tidaklah mengapa
kamu melakukannya, sebab mereka adalah saudara-saudara seagama kalian. Karena
itulah dalam firman berikutnya disebutkan:
وَاللَّهُ يَعْلَمُ
الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ
Dan Allah mengetahui siapa yang membuat
kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. (Al-Baqarah: 220)
Yakni Allah mengetahui tujuan dan niat yang
sebenarnya, apakah hendak membuat kerusakan atau perbaikan.
Firman-Nya:
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ
لأعْنَتَكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia
dapat mendatangkan kesulitan kepada kalian. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana. (Al-Baqarah: 220)
Yaitu seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia
akan mempersulit kalian dan mempersempit kalian. Tetapi ternyata Dia meluaskan
kalian dan meringankan beban kalian, serta memperbolehkan kalian bergaul dan
bercampur dengan mereka (anak-anak yatim) dengan cara yang lebih baik.
Allah Swt. telah berfirman:
وَلا تَقْرَبُوا مالَ
الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim,
kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat. (Al-An'am: 152)
Bahkan Allah memperbolehkan bagi orang yang
miskin memakan sebagian dari harta anak yatim dengan cara yang makruf, yaitu
adakalanya dengan jaminan akan menggantinya bagi orang yang mudah untuk
menggantinya atau secara gratis. Seperti yang akan dijelaskan keterangannya
dalam tafsir surat An-Nisa nanti.
وَكَذَلِكَ بَعَثْنَاهُمْ
لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ قَالُوا
لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا
لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ
فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ
وَلْيَتَلَطَّفْ وَلا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا
Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar
mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di
antara mereka, "Sudah berapa lamakah kalian berada (di sini)?” Mereka
menjawab, "Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.”
Berkata (yang lain lagi), "Tuhan kalian lebih mengetahui berapa
lamanya kalian berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara
kalian pergi ke kota dengan membawa UANG PERAK kalian ini, dan hendaklah
dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan
dari yang lebih baik itu untuk kalian; dan hendaklah dia berlaku lemah lembut
dan janganlah sekali-kali menceritakan hal kalian kepada seseorang pun. (Al-Kahfi
19)
Ayat ini mempertegas tentang bolehnya mencampurkan harta anak yatim sekedar untuk memakannya secara bersamaan, meski kadar yang berbeda, sebagaimana yang terjadi pada kisah Ashaabul Kahfi tentang kalimat wariqikum, yang di idhafahkan dengan menggunakan dlamir jama'. Kalimat ini menunjukan tentang muhaanadah (makan bersama dengan mencampurkan dari bekal masing-masing yang berbeda ukuran, dimakan bersama tanpa memperhitungkan ukuran yang dikumpulkan).
Wallahu a'lam bish shawaab
Post a Comment
Post a Comment