وَعَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ
أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ: «الْبَائِعُ وَالْمُبْتَاعُ بِالْخِيَارِ
حَتَّى يَتَفَرَّقَا، إلَّا أَنْ تَكُونَ صَفْقَةَ خِيَارٍ، وَلَا يَحِلُّ لَهُ
أَنْ يُفَارِقَهُ خَشْيَةَ أَنْ يَسْتَقِيلَهُ» رَوَاهُ
الْخَمْسَةُ إلَّا ابْنَ مَاجَهْ، وَرَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ وَابْنُ خُزَيْمَةَ
وَابْنُ الْجَارُودِ وَفِي رِوَايَةٍ «حَتَّى يَتَفَرَّقَا عَنْ مَكَانِهِمَا»
Dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya,
dari kakeknya Radhiyallahu Anhum bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda, "Penjual dan pembeli mempunyai hak khiyar sebelum keduanya
berpisah, kecuali telah ditetapkan khiyar dan masing-masing pihak tidak
diperbolehkan pergi karena takut jual beli dibatalkan." (HR.
Al-Khamsah kecuali Ibnu Majah, Ad-Daraquthni, Ibnu Huzaimah, dan Ibnu Al-Jarud.
Dalam suatu riwayat, "Hingga keduanya meninggalkan tempat mereka.")
[Hasan, Abi Dawud
(3456)]
Penjelasan Kalimat
"Dari Amr bin Syu'aib, dari
ayahnya, dari kakeknya Radhiyallahu Anhum bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda, "Penjual dan pembeli mempunyai hak khiyar sebelum
keduanya berpisah, kecuali telah ditetapkan khiyar dan masing-masing pihak
tidak diperbolehkan pergi karena takut jual beli dibatalkan". Riwayat
Al-Khamsah kecuali Ibnu Majah, Daruquthni, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Al-Jarud.
Dalam suatu riwayat: "Hingga keduanya meninggalkan tempat mereka."
(Dan hadits Abu Dawud dari Ibnu Amr dengan lafazh:
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ
يَتَفَرَّقَا إلَّا أَنْ تَكُونَ صَفْقَةَ خِيَارٍ وَلَا يَحِلُّ لَهُ أَنْ
يُفَارِقَ صَاحِبَهُ خَشْيَةَ أَنْ يَسْتَقِيلَهُ
"Kedua pelaku jual-beli
(penjual dan pembeli) mempunyai hak khiyar sebelum keduanya berpisah, kecuali
telah ditetapkan khiyar dan masing-masing pihak tidak diperbolehkan pergi
karena takut jual beli dibatalkan."
Mereka mengatakan: sabda beliau:
"takut jual beli dibatalkan" menunjukkan sah terjadinya jual
beli).
Sanggahan tersebut dijawab, bahwa
hadits ini menunjukkan adanya khiyar majlis. Juga karena sabdanya: "mempunyai
hak khiyar sebelum keduanya berpisah". Adapun sabdanya, 'An-Yastaqiilahu'
(membatalkannya) maksudnya membatalkan jual beli, karena kalau maksud
sebenarnya adalah membebaskan niscaya makna berpisah tidak mempunyai arti
sehingga perlu diartikan dengan membatalkan. Itulah yang diartikan oleh
At-Tirmidzi dan ulama lainnya dengan mengatakan, tidak boleh meninggalkannya
setelah jual beli khawatir memilih untuk membatalkannya. Adapun maksud Istiqalah
di sini berupa pembatalan jual beli orang yang menyesal. Dan mereka mengartikan
makna tidak halal dengan suatu kebencian, karena tidak sesuai dengan akhlak
baik dan perilaku seorang muslim dalam bersosialisasi bukan karena khawatir
memilih yang dibatalkan diharamkan. Adapun riwayat yang menyebutkan bahwa Ibnu
Umar bila berjual beli dengan seseorang dan ingin menyempurnakan jual beli,
beliau berjalan sebentar kemudian kembali lagi. Hal itu diartikan bahwa Ibnu
Umar belum menerima hadits larangan ini.
Ibnu Hazm berkata, "Hadits Ibnu
Amr diartikan berpisah pembicaraan, sehingga faedah hadits tersebut hilang
bersamanya karena hal tersebut mengharuskan kehalalan memisahkan diri, baik
dikhawatirkan membatalkannya atau tidak. Karena iqalah dibolehkan sebelum
berpisah atau tidak." Ibnu Abdil Bar mengatakan bahwa kalangan Malikiyah
dan Hanafiyah banyak membicarakan dengan menolak hadits dengan panjang lebar.
Bila kata 'tempat keduanya' maka takwil tidak lagi mempunyai posisi dan menjadi
batal secara zhahir dan batin dengan mengartikan perpisahan secara pembicaraan.
Materi kajian Bulughul Maram, malam
selasa
PJ. Pemuda Persis Bojong Citepus – Dayeuhkolot
Pemateri : Ust. Zeni Nasrul
Post a Comment
Post a Comment