وَعَنْ أَبِي ذَرٍّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «إذَا قَامَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلَاةِ فَلَا يَمْسَحْ الْحَصَى، فَإِنَّ الرَّحْمَةَ تُوَاجِهُهُ» ، رَوَاهُ الْخَمْسَةُ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ، وَزَادَ أَحْمَدُ " وَاحِدَةً أَوْ دَعْ "
Dari Abu Dzar RA, Rasulullah SAW bersabda, “jika salah seorang dari kalian mendirikan shalat maka hendaklah ia tidak mengusap kerikil, karena rahmat terdapat di hadapannya. (HR. Imam Lima dengan sanad shahih) kemudian Ahmad menambahkan, “Satu saja atau biarkan saja.” [Dhaif: Abu Daud 945]
Penjelasan Kalimat
"Jika salah seorang dari kalian mendirikan
shalat maka hendaklah ia tidak mengusap kerikil
(dari wajahnya atau dari tempat sujudnya) karena rahmat
terdapat di hadapannya." Kemudian Ahmad
menambahkan dalam riwayatnya, "Satu saja atau biarkan
saja?' (Dalam riwayat
ini ada keragu-raguan, karena bisa dipahami bahwa Ahmad menambahkan satu
tambahan atas riwayat yang disebutkan oleh Ibnu Hajar, dengan begitu makna
tambahan tersebut ialah, "Maka hendaklah ia tidak mengusap walaupun hanya satu atau biarkan saja."
Namun makna ini bukan yang ia maksud).
Tafsif
Hadits
Lafazh hadits tersebut dalam riwayat Ahmad dari Abu Dzar,
«سَأَلْت النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - عَنْ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى سَأَلْته عَنْ مَسْحِ الْحَصَاةِ، فَقَالَ وَاحِدَةً أَوْ دَعْ»
"Saya bertanya kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang segala sesuatu, bahkan hingga hukum mengusap kerikil, maka beliau bersabda, "Satu saja atau biarkanlah."
Yakni, usaplah satu kali saja atau
biarkanlah. Dengan demikian kelihatan bahwa ringkasan
yang disebutkan oleh Ibnu Hajar menyebabkan kerancuan makna, seakan-akan beliau
menggantungkan pemahaman pembaca hanya lafazh yang beliau sebutkan saja.
Seandainya beliau menjelaskan, "Dan dalam riwayat Ahmad
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengizinkan untuk mengusap sekali
saja" tentulah hal itu akan lebih baik.
Hadits ini menunjukkan bahwa mengusap kerikil setelah memulai
shalat tidak diperbolehkan, sedangkan sebelumnya diperbolehkan bahkan sebaiknya
ia usap dahulu sebelum memulai shalat agar konsentrasinya tidak terganggu saat
ia mengerjakan shalat, kemudian penyebutan kerikil atau debu hanyalah
mengisyaratkan bahwa keduanya adalah benda yang paling sering ditemui, sehingga
ungkapan ini tidak menutup kemungkinan adanya benda lain.
Ada yang berkata bahwa illah dari larangan ini ialah
untuk menjaga kekhusyu'an, sebagaimana yang diisyaratkan oleh ungkapan Ibnu
Hajar dalam bab ini, atau bisa juga untuk menjaga agar tidak terlalu banyak
bergerak di dalam shalat.
Kemudian syariat juga telah menyebutkan
illahnya (alasannya) yaitu,
"karena rahmat terdapat di hadapannya."
Maka hendaklah orang tersebut tidak menghilangkan
apa yang menempel pada wajahnya atau apa yang terdapat pada tempat sujudnya
kecuali jika hal tersebut menyakitkannya.
Dan larangan ini, zhahirnya menunjukkan kepada makna haram.
Dikutip dari terjemah kitab subulus salaam
Pengutip berusaha untuk bijak dalam menyikapi permasalahan ini, sebagaimana yang telah kami baca dari berbagai macam sumber yang membahas dalam permasalahan ini. Dengan tidak mengurangi ikram kami pada para 'ulama yang tidak sependapat dalam menentukan hukum, mengingat sudut pandang yang berbeda dalam menentukan kualitas dalil dan kesharihannya.
wallahu a'lam bish shawaab
Post a Comment
Post a Comment