Ibadah haji sama layaknya seperti shalat dalam hal wajibnya mengikuti tatacara berdasarkan tuntunan-Nya setelah dimulainya. Kalau dalam shalat kita tahu adanya takbiratul ihrom yang menjadi titik dimana kita tidak diperbolehkan berlaku sekehendak, begitu juga ibadah Haji. Sebagaimana yermaktub dalam Al-Quran surat Al-Baqarah : 197.
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ
الْحَجَّ فَلا رَفَثَ وَلا فُسُوقَ وَلا جِدَالَ فِي الْحَجِّ
Artinya: “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang
diketahui, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan
haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berdebat di dalam masa
mengerjakan haji.”
Sayangnya, dalam ayat tersebut tidak dijelaskan secara
rinci apa saja perbuatan atau hal yang termasuk dalam kategori rafats, fusuq,
maupun jidal. Untuk itu, para ulama mencoba memasukkan pembahasan kategori
rafats, fusuq, dan jidal dalam karya-karya mereka dengan mengutip sabda
Rasulullah maupun qaul sahabat.
Abu Ja’far at-Thahawi dalam kitab Syarh Musykilul Atsar
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan rafats adalah berhubungan seks, dan hal
ini merusak ibadah haji. Berbeda dari fusuq dan jidal yang tidak sampai merusak
ibadah haji.
قَوْلُ اللهِ عز وجل فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ
جِدَالَ في الْحَجِّ فَجَمَعَ اللَّهُ تَعَالَى هذه الأَشْيَاءَ في آيَةٍ
وَاحِدَةٍ وَنَهَى عنها نَهْيًا وَاحِدًا وَكَانَتْ مُخْتَلِفَةً في أَحْكَامِ ما
نهى عنها فيه لأَنَّ الرَّفَثَ هو الْجِمَاعُ وهو يُفْسِدُ الْحَجَّ وما سِوَى
الرَّفَثِ من الْفُسُوقِ وَالْجِدَالِ لاَ يُفْسِدُ الْحَجَّ
Artinya: “Firman Allah SWT tentang larangan haji (rafats,
fusuq dan jidal), Allah mengumpulkan tiga hal tersebut dalam satu ayat dan
melaranganya secara bersamaan. Namun, dalam segi hukum, ketiganya berbeda.
Karena rafats adalah berhubungan seks dan hal itu merusak ibadah haji.
Sedangkan selain rafats, yakni fusuq dan jidal tidak merusak haji. Syekh Ahmad
bin Abu Bakar bin Ismail al-Bushiri dalam karyanya berjudul Ithaf al-Khairah
al-Mahrah bi Zawaid al-Masanid al-Asyrah yang merupakan salah satu kitab Zawaid
dalam literatur kitab hadits, mengutip pendapat Ibnu Abbas ketika ditanya tentang
rafats, fusuq, dan jidal.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ , رَضِيَ الله عَنْهُمَا , قَالَ :
{فَلاَ رَفَث} ؟ قَالَ : الرَّفَثُ : الْجِمَاعُ ؟ {وَلا فُسُوقَ} ؟ قال :
الْفُسُوقُ : الْمَعَاصِي ، {وَلاَ جدَالَ في الحَجِّ} ؟ قال : الْمِرَاء.
Artinya “Dari Ibnu Abbas Ra. berkata: rafats berarti
berhubungan seks, sedangkan fusuq berarti maksiat, dan jidal berarti
berbantahan.” Dalam riwayat al-Hakim juga dijelaskan pendapat Ibnu Abbas
sebagai berikut:
الرَّفَثُ : الْجِمَاعُ , وَالْفُسُوقُ : السِّبَابُ ،
وَالْجِدَالُ : أَنْ تُمَارِيَ صَاحِبَك حَتَّى تُغْضِبَهُ
Artinya: “Rafats adalah bersetubuh ,
fusuq adalah mencaci, sedangkan jidal adalah mendebat atau berbantahan dengan
saudaramu sampai membuatnya marah.”
Fusuq, ialah perbuatan maksiat yang lahir atas dasar sifat takabbur yanag ada pada diri seseorang, yang berbentuk perbuatan yang dapat merugikan orang lain baik dalam ranah rasa maupun fisik, tanpa adanya alasan yang membolehkan.
Jidal, sikap provokasi yang dapat menimbulkan adanya pertengkaran, atau berbantah-bantah dalam satu hal.
Sumber : Tafsir Ibnu Katsir dan Terjemah Al-Quran, Depag.
Post a Comment
Post a Comment