Risalah Hadits Tentang
“Pergaulan Dengan Istri Berdasarkan Syari’at”
Rabu, 26 Juli 2023
Padepokan Pa Oom Solihin
وَيَسْأَلُونَكَ
عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلا
تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ
أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ
الْمُتَطَهِّرِينَ .نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ
فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لأنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ
وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
Mereka
bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, "Haid itu adalah suatu
kotoran." Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di
waktu haid; dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila
mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan
Allah kepada kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan
menyukai orang-orang yang menyucikan diri. Istri-istri kalian adalah (seperti)
tanah tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanam
kalian itu bagaimana saja kalian kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik)
untuk diri kalian, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kalian
kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
(QS. Al-Baqarah, 222-223)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه
قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( مَلْعُونٌ مَنْ أَتَى
اِمْرَأَةً فِي دُبُرِهَا ) رَوَاهُ أَبُو
دَاوُدَ , وَالنَّسَائِيُّ وَاللَّفْظُ لَهُ , وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ , وَلَكِنْ
أُعِلَّ بِالْإِرْسَالِ
Dari
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Terlaknatlah orang yang menggauli istrinya di
duburnya." Riwayat Abu Dawud dan Nasa'i, dan lafadznya menurut Nasa'i.
Para perawinya dapat dipercaya namun ia dinilai mursal. [Hasan, Abi Dawud (2162)]
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رَضِيَ
اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا
يَنْظُرُ اَللَّهُ إِلَى رَجُلٍ أَتَى رَجُلاً أَوْ اِمْرَأَةً فِي دُبُرِهَا
) رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ , وَالنَّسَائِيُّ
, وَابْنُ حِبَّانَ , وَأُعِلَّ بِالْوَقْفِ
Dari
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Allah tidak akan melihat laki-laki yang menyetubuhi seorang
laki-laki atau perempuan lewat duburnya." Riwayat Tirmidzi, Nasa'i, dan
Ibnu Hibban, namun ia dinilai mauquf. [Hasan,
Shahih At-Tirmidzi (1165)]
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه
عَنِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاَللَّهِ
وَالْيَوْمِ اَلْآخِرِ فَلَا يُؤْذِي جَارَهُ , وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
خَيْرًا , فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ , وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي
اَلضِّلَعِ أَعْلَاهُ , فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمَهُ كَسَرْتَهُ , وَإِنْ تَرَكْتَهُ
لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ , فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ , وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ.
وَلِمُسْلِمٍ : ( فَإِنْ اِسْتَمْتَعْتَ بِهَا اِسْتَمْتَعْتَ وَبِهَا عِوَجٌ ,
وَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهَا كَسَرْتَهَا , وَكَسْرُهَا طَلَاقُهَا )
Dari
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah ia
menyakiti tetangganya, dan hendaklah engkau sekalian melaksanakan wasiatku
untuk berbuat baik kepada para wanita. Sebab mereka itu diciptakan dari tulang
rusuk dan tulang rusuk yang paling bengkok ialah yang paling atas. Jika engkau
meluruskannya berarti engkau mematahkannya dan jika engkua membiarkannya, ia
tetap akan bengkok. Maka hendaklah kalian melaksanakan wasiatku untuk berbuat
baik kepada wanita." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.
Menurut riwayat Muslim: "Jika engkau menikmatinya, engkau dapat kenikmatan
dengannya yang bengkok, dan jika engkau meluruskannya berarti engkau
mematahkannya, dan mematahkannya adalah memcerainya." [Shahih, Al-Bukhari (3331), Muslim
(1468)]
وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ : (
كُنَّا مَعَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي غَزَاةٍ , فَلَمَّا
قَدِمْنَا اَلْمَدِينَةَ , ذَهَبْنَا لِنَدْخُلَ فَقَالَ : أَمْهِلُوا حَتَّى
تَدْخُلُوا لَيْلًا - يَعْنِي : عِشَاءً - لِكَيْ تَمْتَشِطَ اَلشَّعِثَةُ ,
وَتَسْتَحِدَّ اَلْمَغِيبَةُ ) مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِيِّ : ( إِذَا أَطَالَ أَحَدُكُمُ
الْغَيْبَةَ , فَلَا يَطْرُقْ أَهْلَهُ لَيْلاً )
Jabir
berkata: Kami pernah bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam suatu
peperangan. Ketika kami kembali ke Madinah, kami segera untuk masuk (ke rumah
guna menemui keluarga). Maka beliau bersabda: "Bersabarlah sampai engkau
memasuki pada waktu malam -yakni waktu isya'- agar wanita-wanita yang kusut
dapat bersisir dan wanita-wanita yang ditinggal lama dapat berhias diri."
Muttafaq Alaihi. [shahih,
Al-Bukhari (5079), Muslim (715)]. Menurut riwayat Bukhari: "Apabila
salah seorang di antara kamu lama menghilang, janganlah ia mengetuk keluarganya
pada waktu malam."
وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ
رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِنَّ شَرَّ
اَلنَّاسِ مَنْزِلَةً عِنْدَ اَللَّهِ يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ ; اَلرَّجُلُ يُفْضِي
إِلَى اِمْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ , ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا ) أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
Dari
Abu Sa'id al-Khudriy, dia berkata, Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam
bersabda, "Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukanna di Hari
Kiamat, adalah seorang laki-laki (suami) yang bercampur (bersetubuh) dengan
isterinya, kemudian membeberkan rahasia (isteri)-nya tersebut."
(HR.Muslim) [shahih, Muslim (1437)]
Intisari Hadits
Ada beberap poin yang dapat ditarik dari hadits diatas,
diantaranya:
Masing-masing dari kedua pasangan suami-isteri memiliki
rahasia yang berkenaan dengan hubungan seksual. Rahasia ini biasanya berupa
masalah 'pemanasan' yang terjadi antara keduanya ketika akan memulai hubungan
seksual atau berkenaan dengan 'aib yang ada pada anggota-anggota badan yang
terkait dengan hubungan seksual. Hal ini semua merupakan hal yang paling
rahasia diantara keduanya dan keduanya tentu tidak akan menyukai seorangpun
mengetahuinya.
Oleh karena itu, Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam
memberikan label sebagai manusia yang paling jelek di sisi Allah dan paling
rendah martabatnya terhadap salah seorang dari kedua pasangan suami-isteri yang
mengkhianati amanah yang seharusnya dipegangnya. Yaitu tindakan membeberkan
kepada orang-orang hubungan seksual yang terjadi antara keduanya atau
membeberkan a'ib dari salah seorang diantara mereka.
Hadits diatas menunjukkan hukum HARAM terhadap tindakan
membeberkan rahasia suami-isteri yang amat khusus, yaitu hubungan seksual yang
terjadi diantara keduanya sebab orang yang membeberkannya adalah tipe manusia
yang paling jelek di sisi Allah.
Islam menganggap hubungan seksual antara suami-isteri
sebagai hal yang terhormat dan memiliki tempatnya tersendiri. Oleh karena itu,
wajib menjaganya dan hendaknya salah seorang diantara keduanya tidak melampaui
batas terhadap hal tersebut dengan membeberkan rahasia salah seorang diantara
mereka karena masing-masing sudah saling membebankan amanah agar menjaganya.
Dari sisi yang lain, 'pemanasan' antara suami-isteri ketika
akan melakukan hubungan badan merupakan sesuatu yang bebas dilakukan karena hal
itu dapat membuat masing-masing saling merespon dan dapat membangkitkan gairah.
Karena itu pula, di dalam hal ini dibolehkan berdusta. Namun bilamana salah
seorang dari keduanya mengetahui bahwa rahasia-rahasia tersebut akan
disebarluaskan dan mengapung di hadapan orang sehingga menjadi ajang ejekan
atau kecaman, maka sebaiknya menahan hal itu dan merahasiakannya. Akibat dari
hal seperti ini (tidak ada rasa saling percaya antara satu dengan yang lain
karena takut dibocorkan rahasianya), jadilah hubungan seksual tersebut dingin
dan kurang bergairah bahkan bisa berujung kepada kegagalan sebuah rumah tangga
atau kegagalan di dalam menyelesaikan hubungan seksual tersebut.
Para ulama berkata, "Hanya sekedar menyinggung perihal
jima' hukumnya makruh bila tidak ada keperluannya dan dibolehkan bila ada
perlunya seperti si suami menyebutkan isterinya sudah berpaling darinya atau
sang isteri mengklaim bahwa si suami tidak mampu melakukan hubungan seksual,
dan semisalnya."
Di dalam hasil keputusan yang dikeluarkan oleh al-Mujamma'
al-Fiqh al-Islamiy (Lembaga Pengkajian Fiqih Islam) yang diadakan di Bandar Sri
Begawan, Brunei, pada muktamar ke-8, tanggal 1-7 Muharram 1414 H bertepatan
dengan 21-27 Juni 1993, disebutkan beberapa poin, diantaranya:
- Bahwa hukum asal dalam rumah tangga itu adalah larangan
membeberkan rahasia tersebut dan pembeberannya dengan tanpa adanya keperluan
yang dianggap shah, mengandung konsekuensi diberlakukannya sanksi secara
syar'i.
- Menjaga rahasia itu lebih ditegaskan terhadap
pekerjaan/profesi yang justeru membeberkannya akan menyebabkannya cacat hukum,
yaitu profesi kedokteran.
- Ada beberapa kondisi yang dikecualikan di dalam menyimpan
rahasia tersebut, yaitu bilamana menyimpan rahasia tersebut akan berakibat
fatal dan berbahaya bagi orang yang bersangkutan melebihi bahaya bilamana hal
itu dibeberkan. Atau terdapat mashlahat yang lebih kuat di dalam membeberkannya
ketimbang bahaya menyimpannya. Dua kondisi ini adalah:
Pertama, Kondisi wajib dibeberkan. Yaitu bertolak dari
kaidah "Melakukan salah satu yang paling ringan dari dua bahaya sehingga
dapat menghindarkan yang paling berat bahayanya dari keduanya"
dan kaidah "Merealisasikan mashlahat umum yang
konsekuensinya harus melakukan bahaya yang berskala khusus guna mencegah adanya
bahaya yang berskala umum bila memang menjadi kemestian mencegahnya"
Kondisi ini ada dua macam:
a. Mencegah suatu kerusakan terhadap masyarakat
b. Mencegah suatu kerusakan terhadap individu
Kedua, Kondisi boleh dibeberkan, karena:
a. Mengandung mashlahat bagi masyarakat
b. Dapat mencegah kerusakan yang berskala umum
Di dalam kondisi-kondisi tersebut, wajib berkomitmen dengan
prinsip-prinsip syari'at dan prioritasnya dari sisi menjaga dien, jiwa, akal,
harta dan keturunan.
Pengecualian-pengecualian terkait dengan kondisi wajib atau
boleh dibeberkan tersebut harus dibuat secara tertulis dan legal di dalam kode
etik menjalankan profesi terkait, baik kedokteran ataupun lainnya secara jelas
dan transparan serta rinci. Wallahu a'lam.
(Sumber: Kitab Tawdlîh al-Ahkâm Min Bulûgh al-Marâm karya
Syaikh 'Abdullah al-Bassam, Jld. IV, h.449-451)
وَعَنْ حَكِيمِ بْنِ مُعَاوِيَةَ ,
عَنْ أَبِيهِ قَالَ : ( قُلْتُ : يَا رَسُولَ اَللَّهِ ! مَا حَقُّ زَوْجِ
أَحَدِنَا عَلَيْهِ ? قَالَ : تُطْعِمُهَا إِذَا أَكَلْتَ , وَتَكْسُوهَا إِذَا
اِكْتَسَيْتَ , وَلَا تَضْرِبِ الْوَجْهَ , وَلَا تُقَبِّحْ , وَلَا تَهْجُرْ
إِلَّا فِي اَلْبَيْتِ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ
, وَأَبُو دَاوُدَ , وَالنَّسَائِيُّ , وَابْنُ مَاجَهْ، وَعَلَّقَ اَلْبُخَارِيُّ
بَعْضَهُ، وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ , وَالْحَاكِمُ
Hakim
Ibnu Muawiyah, dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku berkata: Wahai
Rasulullah, apakah kewajiban seseorang dari kami terhadap istrinya? Beliau
menjawab: "Engkau memberinya makan jika engkau makan, engkau memberinya
pakaian jika engkau berpakaian, jangan memukul wajah, jangan menjelek-jelekkan,
dan jangan menemani tidur kecuali di dalam rumah." Riwayat Ahmad, Abu
Dawud, Nasa'i, dan Ibnu Majah. Sebagian hadits itu diriwayatkan Bukhari secara
mu'allaq dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Hakim. [hasan shahih, Abi Dawud (2142, 2144)]
وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ -
رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ : ( كَانَتِ الْيَهُودُ تَقُولُ : إِذَا أَتَى
اَلرَّجُلُ اِمْرَأَتَهُ مِنْ دُبُرِهَا فِي قُبُلِهَا , كَانَ اَلْوَلَدُ
أَحْوَلَ . فَنَزَلَتْ : نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوْا حَرْثَكُمْ أَنَّى
شِئْتُمْ" ]اَلْبَقَرَة : 223] )
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ , وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ
Jabir
Ibnu Abdullah berkata: Orang Yahudi beranggapan bahwa seorang laki-laki
menyetubuhi istrinya dari duburnya sebagai kemaluannya, maka anaknya akan
bermata juling. Lalu turunlah ayat (artinya = istrimu adalah ladang milikmu,
maka datangilah ladangmu dari mana engkau suka). Muttafaq Alaihi dan lafadznya
menurut Muslim. [shahih,
Al-Bukhari (4528), Muslim (1435)]
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رَضِيَ
اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَوْ
أَنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ قَالَ : بِسْمِ اَللَّهِ .
اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا اَلشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا ;
فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ , لَمْ يَضُرَّهُ
اَلشَّيْطَانُ أَبَدًا". ) مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ
Dari
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Seandainya salah seorang di antara kamu ingin menggauli
istrinya lalu membaca doa: (artinya = Dengan nama Allah, Ya Allah jauhkanlah
setan dari kami dan jauhkanlah setan dari apa yang engkau anugerahkan pada
kami), mak jika ditakdirkan dari pertemuan keduanya itu menghasilkan anak, setan
tidak akan mengganggunya selamanya." Muttafaq Alaihi. [shahih, Al-Bukhari (141), Muslim
(1434)]
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه
عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( إِذَا دَعَا اَلرَّجُلُ
اِمْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِيءَ , لَعَنَتْهَا اَلْمَلَائِكَةُ
حَتَّى تُصْبِحَ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ ,
وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ. وَلِمُسْلِمٍ : ( كَانَ اَلَّذِي فِي اَلسَّمَاءِ
سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا )
Dari
Abu Hurairah Radliyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Bila
seorang suami mengajak isterinya ke pelaminan (untuk melakukan hubungan badan)
lalu menolak untuk datang sehingga semalaman ia (suami) marah, maka malaikat
akan melaknatnya (isteri) hingga pagi hari.” (Muttafaqun ‘alaih, ini lafazh
al-Bukhari) sedangkan lafazh Muslim, “…maka Dzat Yang berada di langit akan
murka terhadapnya (isteri) hingga ia (suami) rela terhadapnya.” [shahih, Al-Bukhari (2327), Muslim
(1436)]
PELAJARAN HADITS
1. Hadits di atas menunjukkan betapa besarnya hak suami atas
isterinya sebagaimana firman Allah SWT dalam firman-Nya, “Kaum laki-laki itu
adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian
mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain(wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka.” (QS.an-Nisa’:34)
2. Sang isteri wajib tunduk dan taat kepada suami selama
dalam hal yang ma’ruf (baik). Hal ini seperti disebutkan dalam hadits Muadz bin
Jabal RA bahwasa Nabi SAW bersabda, “Demi Yang jiwa Muhammad berada di
tangan-Nya, tidaklah seorang wanita menunaikan hak Rabbnya hingga ia menunaikan
hak suaminya. Andaikata ia meminta dirinya (melayani hasrat seksnya) di atas
tunggangan kecil, maka tidaklah ia menolaknya.” (HR.Ibn Majah dan Ahmad)
3. Haram bagi seorang isteri menolak, mengulur-ulur atau
merasa benci terhadap suaminya bila ia mengajaknya ke pelaminan untuk melakukan
hubungan badan. Penolakannya ini dianggap sebagai salah satu DOSA BESAR, sebab
akibatnya adalah dilaknat malaikat hingga pagi hari sementara laknat hanya
berlaku pada perbuatan haram yang besar atau karena meninggalkan kewajiban yang
sudah pasti.
4. Mempergauili dengan baik artinya adanya upaya seorang
isteri untuk melaksanakan hak-hak suaminya yang wajib atasnya, memenuhi
hasratnya dan menuaikannya dengan sebaik-baik mungkin.
5. Allah SWT tidaklah memberikan sanksi berupa ancaman
tersebut terhadap isteri yang menentang (tidak menaati) suaminya melainkan
karena penentangannya itu menimbulkan keburukan. Sebab seorang suami, apalagi
masih muda, bila tidak mendapatkan pelampiasan yang halal, setan menggodanya
agar terjerumus ke dalam hal yang diharamkan. Hal ini tentu akan menyia-nyiakan
agama dan akhlaknya, merusak keturunannya dan merusak rumah dan keluarganya.!?
6. Seorang isteri yang shalehah adalah wanita yang disebut
Allah dalam firman-Nya sebagai, “Sebab itu maka Wanita yang saleh, ialah yang
ta'at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada.”
(QS.an-Nisa’:34) dan yang disebut Nabi SAW dalam sabdanya sebagai, “Sebaik-baik
wanita adalah perempuan (isteri) yang bila kamu memandangnya, menyenangkanmu;
bila kamu perintahkan, menaatimu; bila kamu menghilang darinya (pergi), ia
menjagamu pada dirinya dan hartamu.”
7. Hadits di atas (yang kita bahas) juga dapat dijadikan
dalil atas bolehnya melaknat para pelaku kemaksiatan sekali pun mereka itu
orang-orang Islam. Penginformasian bahwa malaikat akan melaknatnya (sang
isteri) merupakan pelajaran keras baginya agar tidak terus menerus menentang
suami dan juga cambuk bagi wanita selainnya agar tidak terjerumus ke dalam hal
seperti itu.
8. Hadits di atas juga mengandung pelajaran berupa wajibnya
isteri menaati suaminya bila ia memintanya untuk melakukan hubungan badan, tanpa
ada pembatasan waktu atau jumlahnya. Tetapi hanya dikaitkan dengan hal yang
dapat membahayakannya atau menyibukkannya dari hal yang wajib (bila demikian
halnya, maka boleh ia menolak-red). Sedangkan mengenai pembatasan waktu, maka
seperti yang diriwayatkan Ahmad dan Ibn Majah dari hadits Abdullah bin Abu Aufa
bahwa Nabi SAW bersabda, “Tidaklah seorang wanita menunaikan hak Rabbnya hingga
ia menunaikan hak suaminya; andaikata ia meminta dirinya (melayani hasrat
seksnya) di atas tunggangan kecil, maka ia tidaklah menolaknya.”
Di dalam kitab ar-Raudh al-Murbi’ dan kitab lainnya
disebutkan, ia (suami) harus melakukan hubungan badan jika mampu satu kali
dalam setiap sepertiga tahun bila diminta isteri, sebab Allah SWT menakar hal
itu dalam 4 bulan bagi orang yang bepergian. Demikian juga bagi selainnya.
Syaikh (barangkali, Pengarang buku ar-Raudh al-Murbi’-red) memilih pendapat,
bersenggama yang wajib hendaknya ditakar sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya, sebagaimana halnya ia memberi makan kepadanya (isteri) sesuai
ukuran keperluan dan kemampuannya. Dirugikannya isteri akibat tidak disenggamai
menuntut terjadinya Fasakh (pembatalan pernikahan) dalam kondisi apa pun.
Syaikh Muhammad bin Ibrahim berkata, “Seorang suami boleh memperbanyak hal itu
(melakukan senggama), tidak dibatasi dengan batasan apa pun dan tidak dikaitkan
dengan apa pun selama tidak membahayakan bagi dirinya (sang isteri); jika
membahayakannya, maka tidak boleh. Hal ini berdasarkan hadits, “Tidak boleh
menimbulkan bahaya pada orang lain dan menciptakan bahaya.” (HR.Ahmad dan Ibn
Majah). Juga hadits, “Barangsiapa yang membuat bahaya, maka Allah akan
menimpakan bahaya atasnya.” (HR.empat pengarang buku hadits)
(SUMBER: Taudhih al-Ahkam Min Bulugh al-Maram, karya
Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, Jld.IV, hal.459-460)
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اَللَّهُ
عَنْهُمَا- ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم لَعَنَ اَلْوَاصِلَةَ
وَالْمُسْتَوْصِلَةَ , وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari
Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
melaknat wanita yang memakai cemara (rambut pasangan) dan yang meminta memakai
cemara, dan wanita yang menggambar (mentatto) kulitnya dan minta digambar
kulitnya." Muttafaq Alaihi. [shahih,
Al-Bukhari (5940), Muslim (2124)]
وَعَنْ جُذَامَةَ بِنْتِ وَهْبٍ
-رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا- قَالَتْ : ( حَضَرْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه
وسلم فِي أُنَاسٍ , وَهُوَ يَقُولُ : لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَنْهَى عَنِ
الْغِيلَةِ , فَنَظَرْتُ فِي اَلرُّومِ وَفَارِسَ , فَإِذَا هُمْ يُغِيلُونَ
أَوْلَادَهُمْ فَلَا يَضُرُّ ذَلِكَ أَوْلَادَهُمْ شَيْئًا ثُمَّ سَأَلُوهُ عَنِ
الْعَزْلِ ? فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ذَلِكَ اَلْوَأْدُ
اَلْخَفِيُّ ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Judzamah
Bintu Wahab Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku pernah menyaksikan Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam di tengah orang banyak, beliau bersabda:
"Aku benar-benar ingin melarang ghilah (menyetubuhi istri pada waktu ia
hamil), tapi aku melihat di Romawi dan Parsi orang-orang melakukan ghilah dan
hal itu tidak membahayakan anak mereka sama sekali." Kemudian mereka
bertanya kepada beliau tentang 'azl (menumpahkan sperma di luar rahim). Maka
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Itu adalah pembunuhan
terselubung." Riwayat Muslim. [shahih,
Muslim (1442)]
وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ
رضي الله عنه ( أَنَّ رَجُلاً قَالَ : يَا رَسُولَ اَللَّهِ ! إِنَّ لِي جَارِيَةً
, وَأَنَا أَعْزِلُ عَنْهَا , وَأَنَا أَكْرَهُ أَنْ تَحْمِلَ , وَأَنَا أُرِيدُ
مَا يُرِيدُ اَلرِّجَالُ , وَإِنَّ اَلْيَهُودَ تُحَدِّثُ: أَنَّ اَلْعَزْلَ
المَوْؤُدَةُ اَلصُّغْرَى قَالَ : كَذَبَتْ يَهُودُ , لَوْ أَرَادَ اَللَّهُ أَنْ
يَخْلُقَهُ مَا اِسْتَطَعْتَ أَنْ تَصْرِفَهُ )
رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَأَبُو دَاوُدَ وَاللَّفْظُ لَهُ , وَالنَّسَائِيُّ ,
وَاَلطَّحَاوِيُّ , وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa ada seseorang berkata: Wahai Rasulullah, aku mempunyai seorang budak perempuan, aku melakukan 'azl padanya karena aku tidak suka ia hamil, namun aku menginginkan sebagaimana yang diinginkan orang kebanyakan. Tapi orang Yahudi mengatakan bahwa perbuatan 'azl adalah pembunuhan kecil. Beliau bersabda: "Orang Yahudi bohong. Seandainya Allah ingin menciptakan anak (dari persetubuhan itu), engkau tidak akan mampu mengeluarkan air mani dari luar rahim." Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Nasa'i dan Thahawy. Lafadznya menurut Abu Dawud. Para perawinya dapat dipercaya. [Shahih: Abi Dawud (2171)]
وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ : (
كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَالْقُرْآنُ
يَنْزِلُ , وَلَوْ كَانَ شَيْئًا يُنْهَى عَنْهُ لَنَهَانَا عَنْهُ اَلْقُرْآنُ
) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَلِمُسْلِمٍ : (
فَبَلَغَ ذَلِكَ نَبِيَّ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَلَمْ يَنْهَنَا )
Jabir
berkata: Kami melakukan 'azl pada zaman Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam dan al-Qur'an masih diturunkan, jika ia merupakan sesuatu yang dilarang,
niscaya al-Qur'an melarangnya pada kami. Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat
Muslim: Hal itu sampai kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan beliau
tidak melarangnya pada kami. [shahih,
Al-Bukhari (5208), Muslim (1440)]
وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله
عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَطُوفُ عَلَى نِسَائِهِ
بِغُسْلٍ وَاحِدٍ ) أَخْرَجَاهُ ,
وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menggilir istri-istrinya dengan sekali mandi. Riwayat Bukhari-Muslim dan lafadznya menurut Muslim. [shahih, Al-Bukhari (284), Muslim (309)]
Post a Comment
Post a Comment