خُذِ
الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجاهِلِينَ. وَإِمَّا
يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ
عَلِيمٌ
Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta
berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan
setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui. (Al-A'raf: 199-200)
ادْفَعْ
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ نَحْنُ أَعْلَمُ بِما يَصِفُونَ. وَقُلْ
رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزاتِ الشَّياطِينِ وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ
يَحْضُرُونِ
Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih
mengetahui apa yang mereka stfatkan (gambarkan). Dan katakanlah, "Ya
Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari bisikan-bisikan setan. Dan aku
berlindimg (pula) kepada Engkau, ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku."
(Al-Mu’minun: 96-97)
ادْفَعْ
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَداوَةٌ كَأَنَّهُ
وَلِيٌّ حَمِيمٌ. وَما يُلَقَّاها إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَما يُلَقَّاها
إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ. وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطانِ نَزْغٌ
فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan
melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan
kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. Dan jika setan mengganggumu
dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya
Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Fushshilat: 34-36)
Setelah ketiga ayat di atas, tidak ada ayat keempat yang semakna dengannya,
yaitu Allah Swt. memerintahkan agar bersikap diplomasi terhadap musuh dari
kalangan sesama manusia dan berbuat baik kepadanya dengan tujuan agar ia sadar
dan kembali kepada watak aslinya yang baik, yakni kembali bersahabat dan rukun.
Allah memerintahkan kita untuk memohon perlindungan kepada-Nya dalam menghadapi
musuh dari kalangan setan, sebagai suatu keharusan, karena kita tidak boleh
bersikap diplomasi dan tidak boleh pula bersikap baik kepadanya. Setan
selamanya hanya menginginkan kebinasaan manusia karena sengitnya permusuhan antara
dia dan nenek moyang umat manusia, yaitu Adam di masa dahulu, seperti yang
disebutkan di dalam firman-Nya:
يَا
بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطانُ كَما أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ
الْجَنَّةِ
Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan
sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga. (Al-A'raf:
27)
إِنَّ
الشَّيْطانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّما يَدْعُوا حِزْبَهُ
لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحابِ السَّعِيرِ
Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagi kalian, maka anggaplah ia musuh
(kalian), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya
mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (Fathir: 6)
أَفَتَتَّخِذُونَهُ
وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِياءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ
بَدَلًا
Patutkah kalian mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin
selain dari-Ku, sedangkan mereka adalah musuh kalian? Amat buruklah iblis itu
sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim. (Al-Kahfi: 50)
Sesungguhnya setan (iblis) pernah bersumpah kepada nenek moyang kita semua,
yaitu Adam a.s., bahwa dia benar-benar termasuk orang-orang yang menasihatinya.
Tetapi ternyata setan berdusta dalam sumpahnya itu. Selanjutnya bagaimanakah
perlakuan setan terhadap kita (sebagai anak cucu Adam a.s.)? Hal ini
diungkapkan oleh firman-Nya, menyitir perkataan setan:
فَبِعِزَّتِكَ
لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ. إِلَّا عِبادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
Demi kekuasaan Engkau. aku akan menyesatkan mereka semuanya kecuali
hamba-hamba-Mu yang mukhlas di antara mereka. (Shad: 82-83)
Allah Swt. berfirman:
فَإِذا
قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمِ. إِنَّهُ
لَيْسَ لَهُ سُلْطانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ.
إِنَّما سُلْطانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ
مُشْرِكُونَ
Apabila kamu membaca Al-Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan
kepada Allah dari setan yang terkutuk Sesungguhnya setan itu tidak ada
kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya.
Sesungguhnya kekuasaannya hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi
pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.
(An-Nahl: 98-100)
Ta'awwudz
Segolongan ulama ahli qurra dan lain-lainnya mengatakan bahwa bacaan
ta'awwuz dilakukan sesudah membaca Al-Qur'an. Mereka mengatakan demikian
berdasarkan makna lahiriah ayat, untuk menolak rasa 'ujub sesudah melakukan
ibadah. Orang yang berpendapat demikian antara lain ialah Hamzah, berdasarkan
apa yang telah ia nukil dari Ibnu Falufa dan Abu Hatim As-Sijistani. Hal ini
diriwayatkan oleh Abul Qasim Yusuf ibnu Ali ibnu Junadah Al-Huzali Al-Magribi
di dalam Kitabul 'Ibadah Al-Kamil. Ia meriwayatkan pula melalui Abu Hurairah,
tetapi riwayat ini berpredikat garib, lalu dinukil oleh Muhammad ibnu Umar
Ar-Razi di dalam kitab Tafsir-nya dari Ibnu Sirin; dalam suatu riwayatnya ia
mengatakan bahwa pendapat ini adalah perkataan Ibrahim An-Nakha'i dan Daud ibnu
Ali Al-Asbahani Az-Zahiri.
Al-Qurtubi meriwayatkan dari Abu Bakar ibnu Arabi, dari sejumlah ulama, dari
Imam Malik, bahwa si pembaca mengucapkan ta’awwuz sesudah surat Al-Fatihah.
Akan tetapi, Ibnul Arabi sendiri menilainya garib (aneh).
Menurut pendapat ketiga, ta'awwut dibaca pada permulaan bacaan Al-Qur'an dan
pungkasannya. karena menggabungkan kedua dalil. Demikianlah yang dinukil oleh
Ar-Razi.
Akan tetapi, menurut pendapat yang terkenal dan dijadikan pegangan oleh
jumhur ulama, bacaan ta'awwuz hanya dilakukan sebelum bacaan Al-Qur'an, untuk
menolak godaan yang mengganggu bacaan. Menurut mereka, makna ayat berikut:
فَإِذا
قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمِ
Apabila kamu membaca Al-Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada
Allah dari setan yang terkutuk. (An-Nahl: 98)
ialah "apabila kamu hendak membaca Al-Qur'an". Perihalnya sama
dengan makna yang terkandung di dalam firman Allah Swt. lainnya, yaitu:
إِذا
قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ
Apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka dan tangan
kalian. (Al-Maidah: 6)
Makna yang dimaksud ialah "bilamana kamu hendak mengerjakan
salat". Pengertian ini berdasarkan hadis yang menerangkan tentangnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ
بْنُ حَنْبَلٍ رَحِمَهُ اللَّهُ:حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ آتَشَ
حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ عَلِيٍّ الرِّفَاعِيِّ
الْيَشْكُرِيِّ، عَنْ أَبِي الْمُتَوَكِّلِ النَّاجِي، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
الْخُدْرِيِّ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم إذا
قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَاسْتَفْتَحَ صَلَاتَهُ وكبَّر قَالَ: " سُبْحَانَكَ
اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلَا إِلَهَ
غَيْرُكَ ". وَيَقُولُ: " لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ " ثَلَاثًا، ثُمَّ
يَقُولُ: " أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ، مِنَ الشَّيْطَانِ
الرَّجِيمِ، مِنْ هَمْزه ونَفْخِه ونَفْثه ".
Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnul Hasan ibnu Anas, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman,
dari Ali ibnu Ali Ar-Rifa'i Al-Yasykuri, dari Abul Muttawakil An-Naji. dari Abu
Sa'id Al-Khudri yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw: bila mengerjakan salat
di sebagian malam harinya membuka salatnya dengan bertakbir, lalu mengucapkan: Mahasuci
Engkau, ya Allah, dengan memuji kepada Engkau, Mahasuci asma-Mu dan Maha Tinggi
keagungan-Mu: tiada Tuhan selain Engkau. Kemudian beliau mengucapkan,
"Tidak ada Tuhan selain Allah," sebanyak tiga kali, lalu membaca
doa berikut: "Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui dari godaan setan yang terkutuk, yaitu dari kesempitan, ketakaburan,
dan embusan rayuannya."
Hadis ini diriwayatkan dalam empat kitab Sunan melalui riwayat Ja'far ibnu
Sulaiman, dari Ali ibnu Ali Ar-Rifa'i, Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini
paling masyhur dalam babnya. Imam Turmuzi mengartikan istilah al-hamz
dengan makna 'cekikan' atau 'kesempitan', an-nafakh
dengan 'takabur', dan an-nafas dengan makna 'embusan
rayuan yang mendorong seseorang mengeluarkan syairnya'.
Hadis ini sama dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Ibnu
Majah melalui hadis Syu'bah, dari Amr ibnu Murah, dari Asim Al-Gazzi, dari
Nafi' ibnu Jabir Al-Mut'im, dari ayahnya yang menceritakan:
رَأَيْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ
قَالَ: «اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا ثَلَاثًا، الْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا
ثَلَاثًا، سُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا ثَلَاثًا، اللَّهُمَّ إِنِّي
أَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ»
Aku melihat Rasulullah Saw. bila memulai salatnya mengucapkan, "Allahu
akbar kabiran" (Allah Mahabesar dengan kebesaran yang sesungguhnya),
"Alhamdu lillahi ka'siran" (segala puji bagi Allah
sebanyak-banyaknya), "Subhanallahi bukratan wa asilan"
(Mahasuci Allah di pagi dan petang hari) masing-masing tiga kali; lalu, "Ya
Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari setan yang terkutuk,
yaitu dari godaannya, sifat takaburnya, dan embusan rayuannya."
Menurut Umar, al-hamz
artinya kesempitan, nafakh
artinya ketakaburan, dan nafas artinya syairnya yang batil.
الَ ابْنُ مَاجَهْ:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْمُنْذِرِ، حَدَّثَنَا ابْنُ فُضيل، حَدَّثَنَا عَطَاءُ
بْنُ السَّائِبِ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ، عَنِ ابْنِ
مَسْعُودٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، وهَمْزه وَنَفْخِهِ
وَنَفْثِهِ ".
قَالَ: هَمْزُهُ: الْمَوْتَةُ، ونَفْثُه: الشِّعْرُ، ونفخه: الكِبْر
Ibnu Majah mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Munzir,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, telah menceritakan kepada kami Ata
ibnus Sa'ib, dari Abu Abdur Rahman As-Sulami, dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw.:
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari setan yang
terkutuk, yakni dari godaan, rayuan, dan bisikannya.
Ibnu Majah mengatakan bahwa hamzihi artinya cekikannya, nafkhihi
artinya takaburnya, dan nafsihi adalah syairnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ يُوسُفَ،
حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنْ يَعْلَى بْنِ عَطَاءٍ، عَنْ رَجُلٍ حَدَّثَهُ: أَنَّهُ
سَمِعَ أَبَا أُمَامَةَ الْبَاهِلِيَّ يَقُولُ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ كبَّر ثَلَاثًا، ثُمَّ
قَالَ: " لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ " ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، وَسُبْحَانَ
اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ "، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ. ثُمَّ قَالَ: " أَعُوذُ
بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Yusuf,
telah menceritakan kepada kami Syarik. dari Ya’la ibnu Ata, dari seorang lelaki
yang menceritakan kepadanya bahwa dia pernah mendengar Abu Umamah Al-Bahili
menceritakan: Apabila Rasulullah Saw. hendak mengerjakan salatnya. terlebih
dahulu membaca takbir tiga kali, lalu mengucapkan, "Tidak ada Tuhan
selain Allah" sebanyak tiga kali, dan "Mahasuci Allah dan
dengan memuji kepada-Nya"sebanyak tiga kali. Setelah itu beliau
berdoa, "Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, yaitu
dari godaan, rayuan, dan bisikannya."
وَقَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى أَحْمَدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ
الْمُثَنَّى الْمَوْصِلِيُّ فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
عُمَرَ بْنِ أَبَانَ الْكُوفِيُّ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ هِشَامِ بْنِ
الْبَرِيدِ عَنْ يَزِيدَ بْنِ زِيَادٍ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، قَالَ:
تَلَاحَى رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَتَمزّع أَنْفُ أَحَدِهِمَا غَضَبًا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنِّي لِأَعْلَمُ شَيْئًا لَوْ قَالَهُ ذَهَبَ عَنْهُ
مَا يَجِدُ: أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ".
Al-Hafiz Abu Ya’la Ahmad ibnu Ali ibnul Musanna Al-Mausuli mengatakan di
dalam kitab Musnad-nya bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Umar
ibnu Aban Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hisyam ibnul Barid,
dari Yazid ibnu Ziad, dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Abdur Rahman ibnu Abu
Laila, dari Ubay ibnu Ka'b r.a. yang menceritakan: Ada dua orang laki-laki
beradu janggut (bertengkar) di hadapan Nabi Saw., lalu salah seorang darinya
mencabik-cabik hidung karena marah sekali. Maka Rasulullah Saw. bersabda,
"Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui sesuatu; seandainya dia
mengucapkannya, niscaya akan lenyaplah rasa emosinya itu, yaitu, 'Aku
berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.”
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Imam Nasai di dalam kitab Al-Yaumu
wal Lailah, dari Yusuf ibnu Isa Al-Marwazi, dari Al-Fadl ibnu Musa, dari
Yazid ibnu Abul Ja'diyyah. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad ibnu
Hambal, dari Abu Sa'id, dari Zaidah dan Abu Daud, dari Yusuf ibnu Musa, dari
Jarir ibnu Abdul Hamid; juga oleh Imam Turmuzi dan Imam Nasai di dalam kitab
Al-Yaumu wal Lailah-nya, dari Bandar, dari Ibnu Mahdi, dari As-Sauri.
Imam Nasai sendiri meriwayatkannya melalui hadis Zaidah ibnu Qudamah,
ketiga-tiganya dari Abdul ibnu Umair. dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari
Mu'az ibnu Jabal r.a. yang menceritakan, "Ada dua orang lelaki bertengkar
di hadapan Nabi Saw., lalu salah seorang dari mereka tampak memuncak emosinya
hingga terbayang olehku seakan-akan salah seorang dari keduanya mencabik-cabik
hidungnya karena tiupan amarah, lalu Rasulullah Saw. bersabda:
اسْتَبَّ
رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَضِبَ
أَحَدُهُمَا غضبا شديدا حتى يخيل إِلَيَّ أَنَّ أَحَدَهُمَا يَتَمَزَّعُ أَنْفُهُ
مِنْ شِدَّةِ غَضَبِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«إِنِّي لِأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ ما يجد من الغضب»
فقال: مَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: يَقُولُ: «اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ
بِكَ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ» قال: فجعل معاذ يأمره فأبى وَجَعَلَ يَزْدَادُ
غَضَبًا
'Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui suatu kalimat; seandainya dia
mengucapkannya, niscaya akan lenyaplah amarah yang menguasai dirinya'.”Mu'az
ibnu Jabal r.a. bertanya, "Apakah kalimat itu, wahai Rasulullah? 'Nabi
Saw. menjawab, "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau
dari godaan setan yang terkutuk." Perawi mengatakan, "Lalu Mu'az
memerintahkan orang yang meluap amarahnya itu untuk membacanya, tetapi dia
menolak, akhirnya dia makin bertambah emosi."
HR. Abu Daud. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat mursal;
dengan kata lain, Abdur Rahman ibnu Abu Laila belum pernah bersua dengan Mu'az
ibnu Jabal karena Mu'az telah meninggal dunia sebelum tahun 20 Hijriah.
Menurut kami, barangkali Abdur Rahman ibnu Abu Laila mendengar hadis ini
dari Ubay ibnu Ka'b, sebagaimana keterangan yang lalu, kemudian Ubay
menyampaikan hadis ini dari Mu'az ibnu Jabal, karena sesungguhnya kisah ini
disaksikan bukan hanya oleh seorang sahabat.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abu
Syaibah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Al-A'masy, dari Addi ibnu
Sabit yang menceritakan bahwa Sulaiman ibnu Sard r.a. telah menceritakan:
اسْتَبَّ
رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ عِنْدَهُ
جُلُوسٌ فَأَحَدُهُمَا يَسُبُّ صَاحِبَهُ مُغْضَبًا قَدِ احْمَرَّ وَجْهُهُ
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «إِنِّي لِأَعْلَمُ
كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ لَوْ قَالَ: «أَعُوذُ بِاللَّهِ
مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ» فَقَالُوا لِلرَّجُلِ أَلَا تَسْمَعُ مَا يَقُولُ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنِّي لَسْتُ
بِمَجْنُونٍ
Ada dua orang laki-laki bertengkar di hadapan Nabi Saw. Ketika itu kami
sedang duduk bersamanya. Salah seorang dari kedua lelaki itu mencaci lawannya
seraya marah, sedangkan wajahnya tampak memerah (karena emosi). Maka Nabi Saw.
bersabda, "Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui suatu kalimat;
seandainya dia mau mengucapkannya. niscaya akan lenyaplah 'emosi yang
membakarnya itu. Yaitu ucapan, 'Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan
yang terkutuk'." Maka mereka (para sahabat) berkata kepada lelaki yang
emosi itu.”Tidakkah kamu mendengar apa yang dikatakan oleh Rasulullah
Saw?." Lelaki itu justru menjawab, "Sesungguhnya aku tidak
gila."
Imam Bukhari meriwayatkannya bersama Imam Muslim, Abu Daud. dan Imam Nasai
melalui berbagai jalur dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama. Dari kitab-kitab "Zikir dan Keutamaan
Beramal".
Telah diriwayatkan bahwa Malaikat Jibril a.s. —pada waktu pertama kali
menurunkan Al-Qur'an kepada Rasulullah Saw.— memerintahkannya agar membaca
isti'azah (ta'awwuz). Demikian menurut riwayat Imam Abu Ja'far ibnu Jarir,
bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib. telah menceritakan kepada kami
Usman ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Imarah, telah
menceritakan kepada kami Abu Rauq, dari Dahhak, dari Abdullah ibnu Abbas yang
menceritakan bahwa pada waktu pertama kali Malaikat Jibril turun kepada Nabi Muhammad
Saw., ia berkata, "Hai Muhammad, mohonlah perlindungan (kepada
Allah)!" Nabi Saw. bersabda, "Aku memohon perlindungan kepada
Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari godaan setan yang terkutuk."
Kemudian Malaikat Jibril berkata.”Ucapkanlah bismillahir rahmanir rahim."
Selanjutnya Malaikat Jibril berkata lagi, "Bacalah, dengan menyebut nama
Tuhanmu yang telah menciptakan."
Abdullah ibnu Abbas mengatakan. hal tersebut merupakan surat yang mula-mula
diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. melalui lisan Malaikat Jibril.
Asar ini berpredikat garib. sengaja kami ketengahkan untuk dikenal,
mengingat di dalam sanadnya terkandung kelemahan dan inqita' (maqtu').
Jumhur ulama mengatakan bahwa membaca ta'awwuz hukumnya sunat, bukan
merupakan suatu keharusan yang mengakibatkan dosa bagi orang yang
meninggalkannya. Ar-Razi meriwayatkan dari Ata ibnu Abu Rabah yang mengatakan
wajib membaca ta'awwuz dalam salat dan di luar salat, yaitu bila hendak membaca
Al-Qur'an.
Ibnu Sirin mengatakan, "Apabila seseorang membaca ta'awwuz sekali saja
dalam seumur hidupnya, hal ini sudah cukup untuk menggugurkan kewajiban membaca
ta'awwuz"
Ar-Razi mengemukakan hujahnya kepada Ata dengan makna lahiriah ayat yang
menyatakan, "Fasta'iz (maka mintalah perlindungan kepada Allah)."
Kalimat ini adalah kalimat perintah yang lahiriahnya menunjukkan makna wajib,
juga berdasarkan pengalaman yang dilakukan oleh Nabi Saw. secara terus-menerus.
Dengan membaca ta'awwuz, maka kejahatan setan dapat ditolak. Suatu hal yang
merupakan kesempurnaan bagi hal yang wajib, hukumnya wajib pula. Karena membaca
ta'awwuz merupakan hal yang lebih hati-hati, sedangkan sikap hati-hati itu
merupakan suatu hal yang dapat melahirkan hukum wajib.
Pengertian meminta perlindungan ini adakalanya dimaksudkan untuk menolak
kejahatan dan adakalanya untuk mencari kebaikan, seperti pengertian yang
terkandung di dalam perkataan Al-Mutanabbi (salah seorang penyair), yaitu:
يَا
مَنْ أَلُوذُ بِهِ فِيمَا أُؤَمِّلُهُ ... وَمَنْ
أَعُوذُ بِهِ مِمَّنْ أُحَاذِرُهُ
لَا
يَجْبُرُ النَّاسُ عَظْمًا أَنْتَ كَاسِرُهُ ...
وَلَا يَهِيضُونَ عَظْمًا أَنْتَ جابره
Wahai
orang yang aku berlindung kepadanya untuk memperoleh apa yang aku cita-citakan,
dan wahai orang yang aku berlindung kepadanya untuk menghindar dari semua yang
aku takutkan. Semua orang tidak akan dapat mengembalikan keagungan (kebesaran)
yang telah engkau hancurkan, dan mereka tidak dapat menggoyahkan kebesaran yang
telah engkau bangun.
Makna a'uzu billahi minasy syaitanir rajim adalah "aku
berlindung di bawah naungan Allah dari godaan setan yang terkutuk agar setan
tidak dapat menimpakan mudarat pada agamaku dan duniaku, atau agar setan tidak
dapat menghalang-halangi diriku untuk mengerjakan apa yang.diperintahkan
kepadaku, atau agar setan tidak dapat mendorongku untuk mengerjakan hal-hal
yang dilarang aku mengerjakannya".
Sesungguhnya tiada seorang pun yang dapat mencegah setan terhadap manusia
kecuali hanya Allah. Karena itu, Allah Swt. memerintahkan agar kita bersikap
diplomasi terhadap setan manusia dan berbasa-basi terhadapnya dengan
mengulurkan kebaikan kepadanya dengan tujuan agar ia kembali kepada wataknya
yang asli dan tidak mengganggu lagi. Allah memerintahkan agar kita meminta
perlindungan kepada-Nya dari setan yang tidak kelihatan, mengingat setan yang
tidak kelihatan itu tidak dapat disuap serta tidak terpengaruh oleh sikap yang
baik, bertabiat jahat sejak pembawaan, dan tiada yang dapat mencegahnya
terhadap diri kita kecuali hanya Tuhan yang menciptakannya.
Demikian pengertian yang terkandung di dalam ketiga ayat Al-Qur'an. yang
sepengetahuanku tidak ada ayat keempat yang semakna dengannya, maka firman
Allah swt. dalam surat Al-A'raf:
خُذِ
الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجاهِلِينَ
Jadilah engkau pemaaf, dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta
berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. (Al-A'raf: 199)
Hal ini berkaitan dengan sikap terhadap musuh yang terdiri atas
kalangan manusia. Kemudian Allah Swt. berfirman:
وَإِمَّا
يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطانِ
نَزْغٌ
فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-A'raf:
200)
ادْفَعْ
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ نَحْنُ أَعْلَمُ بِما يَصِفُونَ. وَقُلْ
رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزاتِ الشَّياطِينِ وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ
يَحْضُرُونِ
Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik, Kami lebih
mengetahui apa yang mereka sifatkan. Dan katakanlah.”Ya Tuhanku, aku berlindung
kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung (pula) kepada
Engkau, ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku." (Al-Mu’minun:
96-98)
وَلا
تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَداوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ. وَما
يُلَقَّاها إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَما يُلَقَّاها إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ.
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ
هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan
cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada
permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang
baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar, dan tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan besar.
Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan
kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
(Fushshilat: 34-36)
Kata syaitan menurut istilah bahasa berakar dari kata syatana (شَطَنَ) , artinya "apabila
jauh". Watak setan memang jauh berbeda dengan watak manusia; dengan
kefasikannya, setan jauh dari semua kebaikan.
Menurut pendapat lain ia berakar dari kata syata (شَاطَ), karena ia diciptakan dari api. Di antara mereka ada
yang mengatakan bahwa kedua makna tersebut benar, tetapi makna pertama lebih
sahih karena diperkuat oleh perkataan orang-orang Arab. Umayyah ibnu Abus Silt
dalam syairnya menceritakan anugerah yang dilimpahkan kepada Nabi Sulaimana.s.:
أَيُّمَا
شَاطِنٍ عَصَاهُ عَكَاهُ ... ثُمَّ يُلْقَى فِي
السِّجْنِ وَالْأَغْلَالِ
Barang
siapa (di antara setan) berbuat durhaka terhadapnya, niscaya dia (Nabi
Sulaiman) menangkapnya, kemudian memenjarakannya dalam keadaan dibelenggu.
Ternyata Umayyah ibnu Abu Silt mengatakan syatinin, bukan sya'itin; dan
berkatalah An-Nabigah Az-Zibyani, yaitu Ziad ibnu Amr ibnu Mu'awiyah ibnu Jabir
ibnu Dabab ibnu Yarbu' ibnu Murrah ibnu Sa'd ibnu Zibyan:
نَأَتْ
بِسُعَادٍ عَنْكَ نَوًى شَطُونُ ... فَبَانَتْ والفؤادُ بِهَا رَهِينُ
Kini
Su'ad berada jauh darimu, nun jauh di sana ia tinggal, dan kini hariku selalu
teringat kepadanya.
Nabigah mengatakan bahwa Su'ad kini berada di tempat yang sangat jauh.
Imam Sibawaih mengatakan bahwa orang Arab mengatakan tasyaitana fulanun (تَشَيْطَنَ فُلَانٌ), artinya "si Fulan melakukan
perbuatan seperti perbuatan setan". Seandainya kata syaitan ini berasal
dari kata syata, niscaya mereka (orang-orang Arab) akan mengatakannya
tasyayyata (تشيط). Dengan demikian. dapat
disimpulkan bahwa yang benar adalah lafaz syaitan berakar dari kata syatana
yang berarti "jauh". Karena itu, mereka menamakan setiap orang —baik
dari kalangan manusia, jin, ataupun hewan— yang bersikap membangkang tidak mau
taat dengan sebutan "setan".
Allah Swt. berfirman:
وَكَذلِكَ
جَعَلْنا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَياطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي
بَعْضُهُمْ إِلى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوراً
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu
setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin. Sebagian mereka
membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah
untuk menipu (manusia). (Al-An'am: 112)
Di dalam Musnad Imam Ahmad disebutkan dari Abu Zar r.a. yang menceritakan:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "
يَا أَبَا ذَرٍّ، تَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ شَيَاطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ
"، فقلت: أو للإنس شَيَاطِينُ؟ قَالَ: " نَعَمْ "
Rasulullah Saw. bersabda, "Hai Abu Zar, berlindunglah kepada Allah
dari godaan setan manusia dan setan jin (yang tidak kelihatan)!" Aku
bertanya.”Apakah setan itu ada yang dari kalangan manusia'? 'Beliau menjawab,
"Ya."
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Abu Zar pula bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda:
«يَقْطَعُ
الصَّلَاةَ الْمَرْأَةُ وَالْحِمَارُ وَالْكَلْبُ الْأَسْوَدُ» فَقُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ مَا بَالُ الْكَلْبِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْأَحْمَرِ وَالْأَصْفَرِ؟
فَقَالَ: «الْكَلْبُ الْأَسْوَدُ شَيْطَانٌ»
Yang memutuskan salat ialah wanita. keledai, dan anjing hitam."
Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah bedanya antara anjing hitam,
anjing merah, dan anjing kuning?' Nabi Saw. Menjawab: anjing hitam itu
adalah setan.
Ibnu Wahb mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya Hisyam ibnu Sa'd,
dari Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya, bahwa Khalifah Umar pernah mengendarai
seekor kuda birzaun. Ternyata kuda itu melangkah dengan langkah-langkah yang
sombong, maka Umar memukulinya, tetapi hal itu justru makin menambah
kesombongannya. Umar turun darinya dan berkata, "Kalian tidak memberikan
kendaraan kepadaku kecuali kendaraan setan, dan tidak sekali-kali aku turun
darinya melainkan setelah aku ingkar terhadap diriku sendiri." Sanad asar
ini sahih.
Ar-rajim adalah wazan fa'il, tetapi bermakna mafid, artinya "setan itu
terkutuk dan jauh dari semua kebaikan", sebagaimana pengertian yang
terkandung di dalam firman-Nya:
{وَلَقَدْ
زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا
لِلشَّيَاطِينِ}
Sesungguhnya Kami menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan
Kami jadikan bintang-bintang itu alat pelempar setan. (Al-Mulk: 5)
{إِنَّا
زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ * وَحِفْظًا مِنْ كُلِّ
شَيْطَانٍ مَارِدٍ * لَا يَسَّمَّعُونَ إِلَى الْمَلإ الأعْلَى وَيُقْذَفُونَ مِنْ
كُلِّ جَانِبٍ * دُحُورًا وَلَهُمْ عَذَابٌ وَاصِبٌ * إِلا مَنْ خَطِفَ
الْخَطْفَةَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ ثَاقِبٌ}
Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang terdekat dengan hiasan,
yaitu bintang-bintang, dan (telah memeliharanya) sebenar-benarnya dari setiap
setan yang sangat durhaka. Setan-setan itu tidak dapat mendengar-dengarkan
(pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru, untuk
mengusir mereka, dan bagi mereka siksaan yang kekal. Akan tetapi, barang siapa
(di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan), maka ia dikejar oleh suluh
api yang cemerlang. (Ash-Shaffat: 6-10)
{وَلَقَدْ
جَعَلْنَا فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَزَيَّنَّاهَا لِلنَّاظِرِينَ *
وَحَفِظْنَاهَا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ * إِلا مَنِ اسْتَرَقَ السَّمْعَ
فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ مُبِينٌ}
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang (di langit) dan
Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandang(nya), dan Kami
menjaganya dari tiap-tiap setan yang terkutuk, kecuali setan yang mencuri-curi
(berita) yang dapat didengar (dari malaikat), lalu dia dikejar oleh semburan
api yang terang. (Al-Hijr: 16-18)
Sumber artikel : Claimed dari Tafsir Ibnu Katsir
Post a Comment
Post a Comment