Hadits 2- Kitab Thaharah - Bab Wudhu - TRIK1804 --> -->

Hadits 2- Kitab Thaharah - Bab Wudhu

Post a Comment

وَعَنْ حُمْرَانَ «أَنَّ عُثْمَانَ دَعَا بِوَضُوءٍ. فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ تَمَضْمَضَ، وَاسْتَنْشَقَ، وَاسْتَنْثَرَ، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إلَى الْمِرْفَقِ، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إلَى الْكَعْبَيْنِ، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ قَالَ: رَأَيْت رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا» . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Humran bahwa Utsman RA minta air wudhu, lalu ia mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidungnya lalu mengeluarkannya, kemudian ia membasuh wajahnya tiga kali, kemudian ia mencuci tangan kanannya hingga siku tiga kali, kemudian yang kiri seperti itu, kemudian ia mengusap kepalanya, kemudian mencuci kaki kanannya hingga mata kaki tiga kali, kemudian yang kiri seperti itu, kemudian berkata, “aku melihat Rasulullah SAW berwudhu seperti wudhuku ini.” (Muttafaq alaih)

[shahih: Al Bukhari 159, Muslim 226]

Biografi Perawi

Humran adalah Ibnu Aban maula Utsman bin Affan yang dikirim kepadanya oleh Khalid dari salah satu tawanan perang, lalu ia dimerdekakan oleh Utsman.

Penjelasan Kalimat

bahwa Utsman RA minta air wudhu, (yaitu air yang akan ia gunakan berwudhu)  lalu ia mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, (ini adalah sunnah wudhu menurut kesepakatan para ulama, bukan mencucinya tiga kali ketika bangun tidur sebagaimana yang akan disebutkan haditsnya, tetapi ini adalah sunnah wudhu. Maka seandainya ia bangun tidur kemudian hendak berwudhu, tersebut dalam hadits bahwa ia mencucinya tiga kali karena bangun tidur kemudian mencucinya tiga kali untuk wudhu. Juga mengandung makna menyatukannya) kemudian berkumur-kumur (الْمَضْمَضَةُ   ‘berkumur’ adalah memasukkan air ke dalam mulut kemudian memuntahkannya, wudhu yang sempurna adalah memasukkan air ke dalam mulut kemudian memutar-mutarnya lalu memuntahkannya, demikian yang terdapat dalam Asy Syarh. Sedang dalam Al Qamus: berkumur adalah menggerak-gerakkan air dalam mulut, ia menyebutkan menggerak-gerakkan dan tidak menyebut memuntahkan. Tidak disebutkan dalam hadits Utsman apakah ia melakukan hal itu satu ataukah tiga kali. Akan tetapi dalam hadits Ali RA bahwa ia berkumur-kumur lalu memasukkan air ke dalam hidung dan menghembuskannya dengan tangan kirinya, ia melakukan tiga kali, kemudian berkata, ‘inilah wudhu Nabi Allah’ [Shahih: An Nasa'i 91]) dan memasukkan air ke dalam hidungnya (الِاسْتِنْشَاقُ adalah memasukkan air ke dalam hidung dan menariknya dengan napas sampai ujungnya) lalu mengeluarkannya (الِاسْتِنْثَارُ  , menurut jumhur ahli bahasa dan ahli hadits serta para fuqaha adalah mengeluarkan air dari hidung setelah menghirupnya)  kemudian ia membasuh wajahnya tiga kali, kemudian ia mencuci tangan kanannya (dalam hadits ini terdapat keterangan rinci terhadap apa yang disebutkan secara global dalam ayat: ‘dan tanganmu...’ (QS. Al-Maidah [5]: 6) dan bahwa dia mendahulukan yang kanan) hingga siku (kata ‘إلَى  ‘ pada dasarnya adalah berarti hingga ujung, tetapi terkadang pula digunakan dengan makna ‘مَعَ ‘ bersama.  Dan hadits-hadits telah menerangkan bahwa inilah yang dimaksudkan. Sebagaimana dalam hadits Jabir, (كَانَ يُدِيرُ الْمَاءَ عَلَى مِرْفَقَيْهِ) ‘beliau SAW memutar-mutarkan air atas kedua sikunya’, dikeluarkan oleh Ad Daruquthni dengan sanad dhaif, dan dikeluarkan dengan sanad hasan pada sifat wudhu Utsman, bahwa ia mencuci kedua tangannya hingga kedua siku hingga ia mengusap ujung-ujung kedua lengan, dan menurut Al Bazzar dan At Thabrani dari hadits Wa’il bin Hujr pada sifat wudhu (وَغَسَلَ ذِرَاعَيْهِ حَتَّى جَاوَزَ الْمَرَافِقَ) ‘dan beliau mencuci kedua siku hingga melewati siku’. Dan dalam Ath-Thahawi dan At Thabrani dari hadits Tsa’labah bin Ubbad dari ayahnya (ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ حَتَّى سَالَ الْمَاءُ عَلَى مِرْفَقَيْهِ) ‘Kemudian ia mencuci kedua sikunya hingga mengalir di atas kedua sikunya’. Hadits-hadits ini saling menguatkan satu sama lainnya. Ishaq bin Rahawaih berkata, Illa dalam ayat di atas mengandung makna al ghayah (hingga ujung) dan mengandung makna ma’a (bersama), maka sunnah (hadits) menjelaskan bahwa dengan makna ma’a. Asy-Syafi'i berkata: ‘saya tidak mengetahui adanya perbedaan mengenai masuknya kedua siku pada saat wudhu, dengan ini maka Anda telah mengetahui bahwa dalil telah menegaskan masuknya siku’. Az Zamakshari berkata, “lafazh Illa secara mutlak mengandung makna al ghayah, adapun masuknya kedua siku dalam hukum yang wajib dibasuh atau tidak harus berdasarkan dalil, kemudian ia menyebutkan beberapa contoh hal tersebut. Dan Anda telah mengetahui di sini telah tegak dalil atas masuknya siku termasuk bagian yang dibasuh.” tiga kali, kemudian yang kiri seperti itu, (maksudnya hingga siku tiga kali) kemudian ia mengusap kepalanya, (hal ini sama dengan ayat dalam menggunakan huruf ‘ba’ sedang ‘masaha’ (mengusap) membutuhkan objek baik dengan bersamanya maupun secara sendirian. Al Qurthubi berkata, ‘Huruf ‘ba’ di sini litta’diyah, boleh dihapus dan boleh disebutkan.’ Ada yang mengatakan bahwa ba di sini untuk memberikan faedah makna yang dikandungnya. Bahwa ghusl (mencuci) secara bahasa menunjukkan yang dicuci dan mashu (mengusap) secara bahasa tidak menunjukkan yang diusap. Maka jika seseorang berkata امْسَحُوا رُءُوسَكُمْ usaplah kepalamu, niscaya sudah cukup mengusapnya dengan tangan tanpa air. Seolah-olah ia mengatakan, فَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ الْمَاءَ usaplah kepala kamu dengan air. Ini termasuk al qalb (jumlah yang dibalik), asalnya adalah فَامْسَحُوا بِالْمَاءِ رُءُوسَكُمْ (usaplah dengan air kepalamu)

Tafsir Hadits

Para ulama berbeda pendapat, apakah wajib mengusap seluruh kepala ataukah sebagiannya? Mereka berkata, ‘Ayat di atas tidak menunjukkan kedua hal tersebut secara khusus, sebelum firman-Nya: ‘dan sapulah kepalamu’ mencakup seluruh kepala atau sebagiannya. Ayat tersebut tidak menunjukkan bahwa harus seluruhnya dan juga tidak sebagiannya.

Akan tetapi yang berpendapat bahwa sah mengusap sebagiannya ia berkata, “Sesungguhnya As Sunnah telah menjelaskan salah satu dari dua kemungkinan dari kandungan ayat di atas, yaitu yang diriwayatkan oleh Asy-Syafi'i dari hadits Atha’

«أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - تَوَضَّأَ فَحَسَرَ الْعِمَامَةَ عَنْ رَأْسِهِ وَمَسَحَ مُقَدَّمَ رَأْسِهِ»

‘Bahwa Rasulullah SAW berwudhu, lalu membuka sorban dari kepalanya dan mengusap bagian depan kepalanya.’

[Musnad Asy-Syafi'i no 7]

Hadits ini meskipun mursal, tetapi menjadi kuat dengan disebutkannya secara marfu dari hadits Anas.

[Dhaif: Dhaif Abu Daud 147]

Hadits ini meskipun pada sanadnya ada perawi yang tidak dikenal identitasnya, tetapi keduanya diperkuat dengan hadits yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dari hadits Utsman mengenai sifat wudhu,

«أَنَّهُ مَسَحَ مُقَدَّمَ رَأْسِهِ»

‘Bahwa ia mengusap bagian depan kepalanya.’

Padanya terdapat perawi yang diperdebatkan.

Telah ditegaskan dari hadits Ibnu Umar [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 1/22]  bahwa cukup dengan mengusap sebagian kepala. Dikatakan oleh Ibnu Al Mundzir dan yang lainnya, “Dan tidak diingkari oleh seorang pun dari shahabat.”

Di antara ulama ada yang mengatakan, “Jika hanya mengusap sebagian, maka harus disempurnakan dengan mengusap di atas surban, berdasarkan hadits Mughirah –akan datang – dan hadits Jabir yang diriwayatkan oleh Muslim.

Dalam riwayat ini tidak disebutkan mengusap dengan berulang sebagaimana disebutkan pada yang lainnya, meskipun juga tidak disebutkan secara berulang pada berkumur-kumur sebagaimana yang telah Anda ketahui, dan tidak disebutkannya berarti tidak terdapat dalil padanya. Dan akan disebutkan komentar mengenai hal tersebut.

Lafazh ‘Kemudian ia mencuci kaki kanannya hingga kedua mata kaki tiga kali’ dikomentari sebagaimana halnya pada lafazh ‘mencuci tangannya hingga siku’. Akan tetapi batasan mengenai siku telah disepakati, berbeda dengan kedua mata kaki yang masih diperdebatkan. Adapun pendapat yang masyhur adalah tulang yang tumbuh pada pertemuan betis, ini adalah pendapat mayoritas ulama. Diceritakan dari Abu Hanifah dan Al Imamiyah bahwa tulang yang terdapat pada punggung kaki tempat tali sendal. Dalam masalah ini terdapat diskusi dan pembicaraan panjang.

Dalam Asy Syarh ia berkata, “Dalil yang paling jelas maksdunya menurut pendapat jumhur, adalah hadits An Nu’man bin Basyir mengenai sifat shaf dalam shalat:

«فَرَأَيْت الرَّجُلَ مِنَّا يَلْزَقُ كَعْبَهُ بِكَعْبِ صَاحِبِهِ»

“Maka aku melihat seorang di antara kami melekatkan tumitnya pada tumit yang lain.”

[Shahih: Shahih Abu Daud 662]

Saya katakan, “Tidak asing bahwa tidak ada hujjah padanya, karena yang menyelisihinya berkata, ‘saya menamainya tumit dan tidak menyelisihi kalian padanya.’ Akan tetapi saya katakan, ‘Bukan itu yang dimaksudkan pada ayat wudhu, karena ka’b adalah nama bagi organ tubuh yang menonjol yang terdapat pada punggung kaki. Yang dimaksudkan pada hadits Nu’man, bahwa ia menamakan ka’b yang menonjol, sementara tidak ada perbedaan atas penamaannya, dan kami telah menerangkannya pada catatan kaki dalam kitab Dhau’ An Nahr tentang rajihnya mazhab jumhur, dan kami telah menyebutkan dalil-dalilnya di sana.

Lafazh hadits : ‘kemudian yang kiri demikian pula (yaitu sampai mata kaki tiga kali) kemudian ia berkata (yaitu Utsman) Aku melihat Rasulullah SAW berwudhu seperti wudhuku ini.’

Lanjutan hadits tersebut: “Maka ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:

«مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ: لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»

Siapa yang berwudhu seperti wudhuku ini kemudian shalat dua rakaat, dengan jiwa yang tenang dan khusyu’ pada kedua rakaat tersebut, maka diampuni dosa yang telah ia lakukan.’

Yaitu tidak terlintas dalam jiwanya urusan dunia dan segala yang tidak ada kaitannya dengan shalat. Jika godaan itu datang, namun ia melawannya, maka dimaafkan dan tidak dianggap tergoda jiwanya.

Perlu diketahui bahwa hadits di atas menunjukkan bahwa anggota-anggota wudhu yang di-athaf-kan dengan kata tsumma dilakukan secara berurutan sebanyak tiga kali tetapi tidak berarti wajib, karena hanya sifat perbuatan yang mendapatkan keutamaan dan tidak berarti shalatnya tidak sah, kecuali jika dengan sifatnya, dan tidak dengan lafazh yang menunjukkan wajibnya sifat tersebut.

Mengerjakannya secara berurutan dibantah oleh Al Hanafiyah, mereka berkata ‘tidak wajib’. Melakukannya dengan tiga kali tidak wajib menurut ijma, tetapi terdapat perbedaan yang syadz.

Dali yang menyatakan tidak wajibnya adalah hadits-hadits menyebutkan dengan jelas bahwa beliau SAW berwudhu dua kali-dua kali, satu kali-satu kali, sebagian anggota wudhu tiga kali dan yang lainnya tidak, dan disebutkan dengan jelas dalam wudhu beliau yang dlky dengan satu kali bahwa Allah tidak menerima shalat tanpa dengannya.

Terdapat perbedaan pendapat mengenai wajibnya berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung. Ada yang berpendapat keduanya wajib, berdasarkan perintah keduanya dalam hadits Abu Daud dengan sanad shahih dan di dalamnya beliau SAW bersabda:

«وَبَالِغَ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا»

“Dan bersungguh-sungguhlah ketika memasukkan air ke dalam hidung kecuali jika sedang berpuasa.”

[Shahih: Shahih Al Jami' 927]

Dan bahwa beliau SAW selalu melakukannya dalam semua wudhunya. Yang lain berpendapat bahwa kumur-kumur hukumnya sunnah, berdasarkan hadits Abu Daud dan Ad Daruquthni, di dalamnya disebutkan:

«أَنَّهُ لَا تَتِمُّ صَلَاةُ أَحَدِكُمْ حَتَّى يُسْبِغَ الْوُضُوءَ كَمَا أَمَرَ اللَّهُ تَعَالَى، فَيَغْسِلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ إلَى الْمِرْفَقَيْنِ وَيَمْسَحُ بِرَأْسِهِ وَرِجْلَيْهِ إلَى الْكَعْبَيْنِ»

“bahwa tidak sempurna shalat salah seorang kamu hingga ia menyempurnakan wudhu sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT, maka hendaklah ia mencuci wajah dan kedua tangannya sampai siku, dan mengusap kepala dan mencuci kedua kaki hingga mata kaki.’

[shahih: Shahih Al Jami' 2420]

Beliau tidak menyebutkan berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung. Beliau hanya menyebutkan perkara wajib yang shalat tidak diterima tanpa dengannya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa perintah tersebut menunjukkan sunnah.

Admin
Saya Zeni Nasrul, lahir di Bandung 05 Mei 1986. Puisi adalah bacaan yang menarik bagi saya, karena puisi dapat menghantarkan dari imaginasi yang tinggi untuk menyampaikan apapun yang terjadi dan terlihat di ukir dengan rangkaian kata yang dalam, sehingga dapat membawa pembacanya kedalam lubuk hati yang terdalam.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter